Selasa, Juni 21, 2016

Profesionalisme Pendidikan


Dalam pengertian sempit, pendidikan adalah sekolah atau persekolahan (schooling). Pendidikan adalah pengaruh yang diupayakan dan direkayasa sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mereka mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran yang penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka (Mudyaharjo, 2001: 49, dalam Kompri, 2015: 35). Selanjutnya Nawawi, (1993: 194-196) dalam Kompri (2015: 29) menegaskan bahwa fungsi sekolah sebagai lembaga formal adalah sebagai berikut:
  1. Membantu mempersiapkan anak-anak agar menjadi anggota masyarakat yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan keahlian yang dapat dipergunakan untuk memperoleh nafkah hidupnya masing-masing. Anak-anak harus dibantu menjadi tenaga kerja yang produktif, yang hanya dapat dicapai dengan mengembangkan potensinya yang sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia di masyarakat secara maksimal.
  2. Membantu mempersiapkan anak-anak agar menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan memecahkan masalah kehidupan. Dengan demikian, berarti sekolah harus mengembangkan kemampuan penalaran atau kemampuan berfikir logis, rasional, dan obyektif yang menyentuh aspek formal yang disebut intelektualitas.
Berangkat dari kedua konsep di atas, dengan demikian pendidikan, atau dalam makna sempit sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab yang sangat strategis untuk membangun manusia Indonesia ke depan. Tuntutan masyarakat terhadap sekolah, tentunya semakin hari semakin berat karena diharapkan sekolah harus memiliki kemampuan untuk menghasilkan output siswa yang berkualitas, yang memenuhi tuntutan kebutuhan hidup kekinian dan yang akan datang.
Guru merupakan salah satu penggerak dan pelaksana dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Tanpa guru yang disebut sebagai tenaga kependidikan maka pelaksanaan pembelajaran tidak berjalan sebagaimana diharapkan (Kompri, 2015; 127). Guru dalam proses belajar mengajar mempunyai fungsi ganda, sebagai pendidik dan pengajar mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mencapai tujuan pendidikan (Daryanto, 2011: 206). Sejalan dengan itu, begitu besarnya peran guru tersebut, dikemukakan oleh Sugeng dalam Daryanto (2011: 208) harus diakui bahwa kemajuan di bidang pendidikan sebagian besar bergantung pada kewenangan dan kemampuan staf pengajar (guru).
Keberadaan guru di sekolah maupun ditengah-tengah masyarakat memang akhir-akhir ini sering mendapat sorotan tajam. Eksistensi dan profesionalisme guru di sekolah dalam mengajar sering dipertanyakan, lebih-lebih jika dihubungkan dengan merosotnya kualitas pendidikan di Indonesia yang dirasakan hampir disetiap lini pendidikan.
Menurut Daryanto (2011: 208), bahwa realitas di sekolah ironisnya pihak sekolah justru direpotkan oleh masalah guru. Permasalahan yang mengemuka diantaranya adalah kekurangan guru, serta guru mengajar tanpa persiapan matang, dan sekedar menyampaikan materi ajar, mengajar terasa monoton, ditambah kurangnya motivasi dalam melakukan tugasnya. Selanjutnya Purwanto (2002) dalam Daryanto (2011: 209) mengatakan bahwa permasalahan guru baik langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan  masalah profesionalisme guru yang belum memadai.
Oleh karena itu, untuk menjawab keraguan dan harapan yang tinggi dari masyarakat maka pengelola lembaga pendidikan (sekolah) khususnya Guru, harus mampu menjalankan proses pembelajaran di sekolah sesuai dengan standar yang diharapkan, sesuai dengan tuntutan profesionalisme guru dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sehingga diharapkan pekerjaan sebagai guru betul-betul merupakan suatu pekerjaan yang memiliki nilai profesionalitas.
Selain itu untuk mewujudkan profesionalisme tersebut maka guru, haru memiliki persyaratan-persyaratan dalam kompetensi maupun kinerja yang dilakukannya sehingga di sebut profesional. Salah satu hal yang diharapkan pada guru, dalam pekerjaannya sehingga di sebut profesional adalah terkait kompetensi yang harus dimiliki. Sehingga diharapkan dapat menjalankan pengeloaan lembaga pendidikan (sekolah) secara maksimal, dan menghasilkan output siswa yang sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.


A.    Pengertian Profesi, Ciri Profesi, dan Profesionalisme Pendidikan.
Pengertian Profesi:
Berdasarkan semantiknya , anton Muliono (1989: 702) dalam Daryanto (2011: 180) mengemukakan bahwa profesi, adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan) tertentu. Profesional adalah memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya. Profesionalisme, adalah sifat profesional, dan profesionalisasi adalah proses membuat suatu badan  menjadi profesional. Lebihlanjut Engkoswara (2004: 29) mengatakan bahwa karya profesi memerlukan kemampuan dasar, yakni: membaca dan belajar sepanjang hayat, etos dan etika kerja, dan ketrampilan nalar dan ketrampilan tangan. Guru sebagai tenaga kependidikan wajib dan mutlak memiliki karya profesi tersebut, sehingga dengan memiliki ketrampilan dasar tersebut, maka sekorang guru akan menjadi profesional.
Hasanah (2012: 15) dalam Kompri (2015: 165) mendefinisikan profesi adalah pekerjaan yang dalam pelaksanaan tugasnya memerlukan atau menuntut keahlian (expertise) menggunakan teknik-teknik ilmiah dan dedikasi yang tinggi. Keahlian ini diperoleh dari lembaga pendidikan yang khusus diperuntukan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Dantes, N., (2014: 148), menjelaskan definisi profesi berdasarkan pendapat  McCully bahwa profesi mengandung makna bahwa dalam suatu pekerjaan profesional digunakan teknik serta prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual yang secara sengaja harus dipelajari, dan kemudian secara langsung dapat diabdikan bagi kemaslahatan orang lain.
Selanjutnya menurut Harahap, P., profesi adalah suatu jenis pekerjaan yang diinginkan atau dicita-citakan secara khusus, bertumpu pada landasan intelektual yang dalam mencapainya, memerlukan pendidikan dan latihan khusus, memerlukan tolak ukur, persyaratan khusus, dan kode etik oleh suatu badan serta dapat diterapkan pada masyarakat untuk memecahkan suatu masalah (https://www.academia.edu/5484088/Artikel_MPI_-_Profesionalisme_Pendidikan).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, profesi adalah suatu bidang pekerjaan yang untuk menggelutinya memerlukan kemampuan dan ketrampilan khusus yang bertumpu pada landasan intelektual yang dihasilkan dari suatu proses pendidikan /pelatihan khusus, karena dalam pekerjaan memerlukan tolak ukur, persyaratan khusus, dan kode etik dari suatu badan, serta dapat diterapkan untuk kemaslahatan masyarakat.
   
    Ciri-Ciri Profesi  dan profesi pendidik:
    Karena sifat dan hakekatnya, suatu profesi memerlukan persyaratan dasar, ketrampilan tekhnik dan prosedural serta sikap kepribadian tertentu. Atas dasar itu maka ciri-ciri profesi terdiri dari: (Dantes, N. : 2014; 149-150)
  1. Pekerjaan itu mempunyai fungsi dan signifikansi sosial karna diperlukan sebagai wujud pengabdian kepada masyarakat. Dipihak lain pengakuan masyarakat merupakan syarat mutlak dari suatu profesi.
  2. Menuntut ketrampilan tertentu yang diperoleh lewat pendidikan dan pelatihan yang intensif dan dilakukan dalam lembaga tertentu yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan (accountable).
  3. Profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu, bukan sekedar serpihan atau common sense.
  4. Ada kode etik yang menjadi pedoman perilaku anggotanya, beserta sangsi yang jelas dan tegas terhadap pelanggaran kode etik. Pengawasan terhadap ditegakkannya kode etik dilakukan oleh organisasi  yang mewadahi  profesi tersebut.
  5. Sebagai konsekuensi dan layanan yang diberikan kepada masyarakat , maka secara perorangan maupun kelompok, penyandang profesi tersebut memperoleh imbalan finansial atau materi.
Westby Gibson (1965) dalam Dantes, N. (2014: 150), juga menyatakan hal senada bahwa ciri profesi adalah:
  1. Adanya pengakuan oleh masyarakat terhadap layanan tertentu, yang hanya dapat dilakukan oleh kelompok pekerja yang dikategorikan sebagai suatu profesi.
  2. Dimilikinya sekumpulan bidang ilmu yang mendukung profesi tersebut, yang menjadi landasan sejumlah teknik atau prosedur yang unik.
  3. Diperlukan persiapan atau proses pendidikan tertentu yang sengaja dan sistimatik sebelum orang mampu melaksanakan suatu pekerjaan profesional.
  4. Dimilikinya suatu mekanisme untuk menyaring (recrutmen procedure) sehingga hanya mereka yang dianggap kompeten yang diperbolehkan bekerja untuk lapangan pekerjaan tersebut.
  5. Dimilikinya organisasi profesional, yang disamping melindungi kepentingan anggotanya dan saingan kelompok luar, juga berfungsi tidak hanya menjaga, akan tetapi sekaligus selalu berusaha meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat, termasuk tindak tanduk, etis profesional pada anggotanya.
Selanjutnya Made Pidarta (1997) seperti dikutip Pandapotan Harahap(https:// www.academia.edu/5484088/Artikel_MPI_-_Profesionalisme_Pendidikan) terkait dengan pendidik sebagai profesi, menyatakan bahwa diperlukan hal-hal berikut untuk memenuhi persyaratan profesi pendidik, yaitu:
    Pertama, perlunya diperkenalkan penjelasan pengertian pendidikan bagi calon pendidik memberikan kesempatan berpikir untuk memahami profesi mendidik tersebut.
Kedua, perlu dikembangkan kepada calon pendidik kriteria keberhasilan mendidik, keberhasilan ini bukan atas prestasi akademik pendidik namun lebih dicerminkan oleh keberhasilan mendidik dengan kriteria-kriteria tertentu, seperti memiliki sikap suka belajar, tahu tentang cara belajar dan lainnya.
Ketiga, memperkenalkan perilaku di lapangan yang dapat dipilih beberapa diantaranya yang sesuai dengan  tujuan pendidikan setiap kali tatap muka.

Profesionalisme Pendidikan:
    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan arti dari profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. Profesionalisme diartikan sebagai mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang professional.
Profesionalisme muncul atas dasar perkembangan masyarakat modern yang semakin kompleks yang menyebabkan proses pengambilan keputusan bertambah sulit, memerlukan informasi yang lengkap, didasari atas penguasaan terhadap  pengetahuan serta permasalahannya dan jaminan atas penyalahgunaan kekuasaan yang mungkin terjadi.
 Rustiyah N. K. (1989) menyatakan bahwa pendidik profesional adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional, yang mampu dan setia mengembangkan profesinya, ikut serta dalam mengkomunikasikan usaha pengembangan profesi dan bekerja sama dengan  profesi yang lain.
Selanjutnya Rustiyah N. K. (1989) menyatakan bahwa ada 3 alasan profesionalisme di  bidang pendidikan mendapat pengakuan, yaitu:
  • Lapangan kerja keguruan dan kependidikan bukan merupakan suatu lapangan kerja rutin yang dapat dilakukan karena pengulangan dan pembiasaan. 
  • Lapangan kerja ini memerlukan dukungan ilmu atau teori yang akan memberi konsepsi teoritis ilmu kependidikan dengan cabang-cabangnya.
  • Lapangan kerja ini memerlukan waktu pendidikan dan latihan yang lama,  berupa pendidikan dasar untuk taraf sarjana ditambah dengan pendidikan  profesional.

B.    Guru Sebagai Tenaga Profesional.
profesionalisme guru mempunyai pengertian suatu sifat yang harus ada pada seorang guru dalam menjalankan pekerjaanya sehingga guru tersebut dapat menjalankan pekerjannya dengan penuh tanggung jawab serta mampu untuk mengembangkan keahliannya tanpa menggangu tugas pokok guru tersebut (http:// pustakaaslikan.blogspot.co.id/2012/06/pengertian-profesionalisme guru.html).
Dedi Supriadi mengutip dari jurnal manajemen pendidikan Educational Leadership edisi Maret 1993, tentang 5 (lima) hal yang dituntut dimiliki guru agar menjadi professional adalah: (Winarno: 2009; 4)
  1. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajar. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah pada kepentingan siswanya.
  2. Guru menguasai secara mendalam bahan mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada para siswa.
  3. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes hasil belajar.
  4. Guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Artinya harus selalu ada waktu untuk guru guna mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukannya. Untuk bias belajar dari pengalaman ia harus tahu mana yang benar dan mana yang salah, serta baik dan buruk dampaknya pada proses belajar siswa.
  5. Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Kedudukan sebagai tenaga professional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005, disebutkan bahwa prinsip profesionalitas dari profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan: (Winarno; 2009; 4-5)
  1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme
  2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan aklak mulia.
  3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakan pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
  4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
  5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan
  6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sessuai dengan prestasi kerja.
  7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
  8. Memiliki jaminan perlindungan hokum dalam melaksanakan tugaskeprofesionalan
  9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Profesionalisme guru dituntut agar terus berkembang sesuai dengan perkembangan kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kapasitas untuk mampu bersaing baik di forum regional, nasional, maupun internasional.
        Dalam rangka menetapkan dasar kemampuan yang perlu dimiliki oleh seorang guru, maka perlu ditetapkan standar kompetensi guru. 
Pada Bab IV pasal 8 UURI No. 14 th 2005 menyebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik dapat diperoleh melalui pendidikan tinggi proghram sarjana atau program diploma IV.
Kompetens diartikan sebagai pengetahuan keterampilan dan nilai-nilai dasaryang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya.
Menurut Siswandari (Kepala LPPKS) bahwa Pengawas, Kepala Sekolah, dan guru merupakan tenaga pendidik dan kependidikan yang mutlak terstandarisasi kompetensinya secara nasional menurut PP No 19 tahun 2005. Karena pengawas, kepala sekolah dan guru adalah tiga unsur yang berperan aktif dalam persekolahan. Guru sebagai pelaku pembelajaran yang secara langsung berhadapan dengan para siswa di ruang kelas, dan pengawas serta kepala sekolah adalah pelaku pendidikan didalam pelaksanaan tugas Kepengawasan dan Manajerial pendidikan dalam satuan pendidikan yang meliputi tiga aspek yaitu supervisi, pengendalian dan inspeksi kependidikan (Hartanto, S. Dkk., 2015).
Standar kompetensi guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi seseorang guru agar berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai bidang tugas, kualifikasi dan jenjang pendidikan. Kompetensi guru meliputi 4 kompetensi yaitu: (Winarno: 2009; 6-7)
1.    Kompetensi Pedagogik, merupakan kemampuan pengelolaan peserta didik yang meliputi:
  • pemahaman terhadap peserta didik
  • pengembangan kurikulum/silabus
  • perancangan pembelajaran
  • pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
  • evaluasi hasil belajar
  • pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2.  Kompetensi kepribadian, merupakan kemampuan kepribadian yang:
  • mantap
  • stabil
  • dewasa
  • arif
  • berwibawa
  • berakhlak mulia
  • menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat
  • mengevaluasi kinerja sendiri
  • mengembangkan diri secara berkelanjutan.
3. Kompetensi professional, merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:
  • memahami konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar
  • memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah
  • memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait
  • menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari
  • mampu berkompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.
4. Kompetensi sosial, merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk:
  • berkomunikasi lisan dan tulisan
  • menggunakan teknologi komunikasi dan inforrmasi secara fungsional
  • bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik
  • bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
Penguasaan kompetensi tersebut di atas dimaksudkan untuk mewujudkan pencpaian tujuan pendidikan nasional.

C.    Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
  1. profesi adalah suatu bidang pekerjaan yang untuk menggelutinya memerlukan kemampuan dan ketrampilan khusus yang bertumpu pada landasan intelektual yang dihasilkan dari suatu proses pendidikan /pelatihan khusus, karena dalam pekerjaan memerlukan tolak ukur, persyaratan khusus, dan kode etik dari suatu badan, serta dapat diterapkan untuk kemaslahatan masyarakat.
  2. Ciri profesi adalah: Adanya pengakuan oleh masyarakat terhadap layanan tertentu, dimilikinya sekumpulan bidang ilmu yang mendukung profesi tersebut, diperlukan persiapan atau proses pendidikan tertentu yang sengaja dan sistimatik, dimilikinya suatu mekanisme untuk menyaring (recrutmen procedure), dan dimilikinya organisasi profesional
  3. Pendidik profesional adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional, yang mampu dan setia mengembangkan profesinya, ikut serta dalam mengkomunikasikan usaha pengembangan profesi dan bekerja sama dengan  profesi yang lain.
  4. Guru dituntut dimiliki agar menjadi professional adalah: a)    Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajar. b)    Guru menguasai secara mendalam bahan mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada para siswa. c)    Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes hasil belajar. d)    Guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. e)    Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Daryanto, 2011. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pembelajaran. Yogyakarta: Penerbit Gava Media.
  2. Dantes, N., 2014. Landasan Pendidikan, tinjauan dari dimensi makropedagogis. Yogyakarta: Graha Ilmu.
  3. Hartanto, S., dkk., 2015. Supervisi Manajerial, Bahan Pembelajaran Pendidikan dan Pelatihan. Karang Anyar Jawa Tengah: Lembaga Pemberdayaan dan Pengembangan Kepala Sekolah (LPPKS).
  4. Kompri, 2015. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
  5. Winarno, 2009. Usaha Peningkatan Profesionalisme Guru. Yogyakarta: P4TK Matematika.
  6. https://www.academia.edu/5484088/Artikel_MPI_-_Profesionalisme_Pendidikan
  7. http:// pustakaaslikan.blogspot.co.id/2012/06/pengertian-profesionalisme guru.html

1 komentar: