Selasa, Juni 21, 2016

Perencanaan Pendidikan Untuk Meningkatkan Sekolah Efektif


A.    Latar Belakang
Dalam Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tebtang Sistem Pendidikan Nasionalpasal 1 ayat 1, diungkapkan yang dimaksud dengan pendidikan adalah: “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara” (UU RI No 20 Tahun 2003) dari defenisi pendidikan tersebut, dengan jelas terungkap bahwa pendidikan indonesia adalah pendidikan yang usaha sadar dan terencana, untuk mengembangkan potensi individu demi tercapainya kesejahteraan pribadi, masyarakat dan negara.
Dari definisi pendidikan di atas dapat menjadi pijakan kita bahwa, sutu proses pendidikan ternyata harus diawali dari proses perencanaan yang sepenuhnya di susun dengan penuh pertimbangan. Dengan demikian pada level apapun dalam implementasi pendidikan maka proses peencanaan merupakan fokus kegiatan yang tidak boleh dilupakan. Karena semua yang ingin kita lakukan, sewajarnya harus diawali dari sebuah perencanaan. Sehingga dapat dimaknai secara sederhana, seperti yang dikemukakan Guruge (1972) dalam Martin (2013: 10) bahwa perencanaan pendidikan didefinisikan sebagai “the process of preparing decicions for action in the future in the field educational development” (proses mempersiapkan keputusan-keputusan untuk kegiatan masa depan di bidang pembangunan pendidikan). Jadi membuat perencanaan pendidikan artinya menyusun lebih awal apa yang ingin dilakukan pada waktu yang akan datang untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. 
Perencanaan dalam dunia pendidikan atau lebih khusus pada lembaga sekolah, berarti harus didasarkan pada tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Setidaknya dalam pendidikan nasional kita, dikenal ada beberapa tujuan yaitu; tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksiona. Tujuan nasional pendidikan merupakan tujuan yang paling umum, yang merupakan pandangan idel dari negara tetang sosok manusia indonesia yang akan dihasilkan melalui proses pendidikan yang dilalui. Tujuan institusional merupakan tujuan yang diamanatkan kepada masing-masing unit pelaksanan pendidikan; mulai dari perguruan tinggi, sekolah menengah atas/sekolah menengan kejuruan, sekolah menengah pertama, sekolah dasar, dan lain-lain. Sementara tujuan kurikuler adalah tujuan yang berikan kepada setiap mata pelajaran yang diajarkan kepada siswa. Tujuan instruksional adalah merupakan tujuan dari satuan pembelajaran, yang terdapat pada setiap satuan pengajaran yang dilakukan oleh guru kepada siswa.
Menjadi jelas bahwa, perencanaan yang dibuat dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan tidak lain adalah sebagai landasan utama untuk menuju pada tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Sehingga lumrah adanya jika perencanaan yang baik, akan menjadi landasan yang baik pula untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan tersebut. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa perencanaan yang bermutu akan menjadi pendukung perwujudan dari suatu sekolah yang bermutu.
Salah satu istilah populer yang lain dari sekolah bermutu adalah sekolah efektif, yaitu sekolah yang mampu mewujudkan seluruh programnya kerjanya secara maksimal sesuai dengan tuntutan perencanaan program yang telah ditetapkan sebelumnya Menurut E. Mulyasa (2013: 61) bahwa diantara sekian aspek yang perlu diperhatikan dalam menciptakan sekolah efektif, yang pertama sekali adalah perencanaan pengembangan sekolah. Oleh karena itu maka kualitas isi maupun proses perencanaan pengembangan sekolah merupakan suatu hal yang mesti diperhatikan dalam mewujudkan sekolah efektif.
Selanjutnya dalam rangka perencanaan pengembangan sekolah hal yang terpenting juga adalah mengenai mekanisme penyusunan rencana pengembangan sekolah tersebut. Salah satu yang perlu mendapat perhatian, khususnya di tingkt sekolah penyusunan rencana sekolah harus melibatkan semua pihk yang berkepentingan. Apalagi dengan adanya perkembangan dalam bidang manajemen pendidikan nasional akhir-akhir  ini, dimana banyak kewenangan pusat telah didesentralisasikan ke pihak sekolah sendiri. Hal ini dikenal dengan istilah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Ternyata tren ini juga tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi juga telah lama berkembangan di tempat lain di dunia, seperti yang yang dikemukakan Leggate dan Thomson (1997) dalam artikelnya bahwa:

“With the move to decentralization of systems of education worldwide, and the deployment of centrally prescribed curricular frameworks managed and interpreted regionally and locally, there has become evident a growing need for the design and adoption of clear plans for action at the individual school level.”

Penjelasan tersebut di atas dapat diterjemahkan secara sederhana: bahwa dengan semakin banyaknya desentralisasi sistem pendidikan di seluruh dunia, dan penempatan kerangka kerja kurikuler terpusat ditentukan dikelola dan ditafsirkan secara regional dan lokal, ada telah menjadi jelas peningkatan kebutuhan untuk merancang dan penerapan rencana yang jelas untuk tindakan di tingkat sekolah masing-masing.
Hal senada juga disampaikan oleh Davies dan Ellison (1998), yaitu:
“How-ever, the move to school-based management and greater autonomy has increased the need for schools to take on a wider planning role and responsibil-ity.”

Dengan demikian bahwa berlakunya manajemen berbasis sekolah dan otonomi yang lebih besar telah meningkatkan kebutuhan bagi sekolah untuk mengambil peran perencanaan yang lebih luas dan tanggung jawab.
Dengan demikian bahwa, dengan adanya desentralisasi pendidikan melalui konsep MBS maka peran sekolah dalam menyusun berbagai rencana program kegiatan sekolah tidak dapat dihindari. Oleh karena itu lembaga sekolah haru mampu menyusun perencanaan sekolah yang berkualitas, dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah yang komprehensif.
Disamping itu juga mekanisme penyusunan perencanaan sekolah juga harus menjadi perhatin, salah satunya yakni penyusunan perencanaan harus dilakukan secaraa demokratis, yang melibatkan seluruh warga sekolah dan pihak lainnya yang mengelola sekolah tersebut.
Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Michael Hess, Jerry Johnson dan Sharon Reynolds (2014) yang mengemukakan dalam artikelnya tentang sebuah model pengembilan keputusan yang dikenal dengan istilah “Developmental Democratic Planning (DDP)”. Pada model pembangunan perencanaan demokratis ini mengandung pemahaman sebagai berikut:
“Model frames educational planning as a process that extends beyond the immediate focus of a particular planning effort to acknowledge and cultivate the potential of all members of the organization to fulfill their roles as active participants in the democratic life of the organization.“

Jadi model penyusunan rencana ini adalah upaya perencanaan khusus untuk mengakui dan mengembangkan potensi semua anggota organisasi untuk memenuhi peran mereka sebagai peserta aktif dalam kehidupan demokrasi organisasi. Model ini merupakan upaya perencanaan pendidikan sebagai wahana untuk memberlakukan perubahan organisasi.
Disisi lain penyusunan perencanaan sekolah, sangat penting artinya jika dikaitkan dengan adanya tuntutan perubahan kebutuhan masyarakat selaku “pelanggan” sekolah. Perubahan kebutuhan hidup masyarakat secara umum, akan mengakibatkan tuntutan masyarakat terhadap peran sekolah dalam mendidik siswa juga akan berubah. Hal ini seperti di kemukanan Hopkins (1994) dalam Leggate dan Thomson (1989), yaitu:
“Development planning is a response to the management of multiple innovations and change, and the perceived need for a systematic and whole school approach to planning, especially where schools are expected to be more self-managing. “

Menurut Hopkins bahwa pengembangan perencanaan adalah merupakan respon dari pengelolaan beberapa inovasi dan perubahan, serta kebutuhan yang dirasakan untuk pendekatan sistematik dan secara keseluruhan di sekolah untuk perencanaan, terutama di mana sekolah diharapkan untuk lebih mengelola diri.
Oleh karena itu posisi perencanaan pendidikan di sekolah akan sangat penting sebagai landasan bagi sekolah dalam memenuhi tuntutan perubahan yang menyertai kehidupan masyarakat. Pada posisi ini maka peranan perencanaan pendidikan akan sangat sentral bagi terciptanya sekolah yang efektif, yaitu sekolah yang selalu siap untuk memenuhi dan menyongsong penyesuaian pemenuhan terhadap tuntutan perubahan masyarakat di sekitarnya.
Jadi dengan demikian maka sekolah yang menginginkan menjadi sekolah yang efektif melalui perencanaan pendidikan, perlu memahami berbagai hal yang terkait dengan proses penyusunan perencanaan yang baik seta memahami bagaimana esensi dari perwujudan sekolah efektif itu.


B.    Pengertian perencanaan pendidikan.
Yati Siti Mulyati dan Aan Komariah (2011: 93) menjelaskan bahwa merencanakan adalah membuat suatu targer-target yang akan dicapai atau diraih di masa depan, dalam organisasi merencanakan adalah suatu proses memikirkan dan menetapkan secara matang  arah, tujuan dan tindakan sekaligus mengkaji berbagai sumber daya dan metode/teknik yang tepat.
Sutomo (2004) mengatakan bahwa perencanaan pada dasarnya menentukan kegiatan yang hendak dilakukan pada masa yang akan datang. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengatur berbagai sumber daya agar hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapka.
Selanjutnya Kaufman (1972: 38) dalam Sutomo (2004: 12) mengatakan bahwa perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan serta sumber daya untuk mencapai tujuan itu seefektif mungkin dan seefisien mungkin.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa perencanaan atau merencanakan adalah membuat atau menentukan suatu targer-target atau sasaran yang hendak dilakukan pada masa yang akan datang, dan menetapkan atau mengatur jalan serta mengatur sumber daya yang dibutuhkan  untuk mencapai tujuan yang diharapkan seefektif dan seefisien mungkin.
Jadi dengan demikian pada proses perencanaan setidaknya ada tiga hal yang dilakukan yaitu: (1) penetapan target atau tujuan yang ingin dicapai, (b) pemilihan tindakan atau progran yang dilakukan untuk mencapai tujuan dan (c) mengidentifikasi dan pengerahan sumber daya yang jumlahnya terbatas (Fattah, 1964: 49 dalam Sutomo, 2004: 12)
Dalam konteks pendidikan, Guruge (1972) dalam mendefinisikan perencanaan pendidikan sebagai “the process of preparing decisions for action in the future in the field of educaional development” (proses mempersiapkan keputusan-keputusan untuk kegiatan masa depan di bidang pembangunan pendidikan). Sementara Albert Weterston dalam Don Adams (1975) menjelaskan konsep perencanaan pendidikan sebagai “fungsional planning involves the aplication choices among feasible cources of educational investment and the other deflopment actionts based on a considerations of economic and social cost and benefits”  (fungsi perencanaan yang berkaitan dengan menentukan pilihan-pilihan diantara berbagai alternatif yang ada berdasarkan kelayakannya dalam investasi pendidikan dan kegiatan-kegiatan pembangunan lainnya dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial serta keuntungan-keuntungan yang mungkin diperoleh). Philip H. Combs dalam (Djumberansyah, 1990) dilain pihak, menjelaskan perencanaan pendidikan sebagai: “suatu penerapan yang rasional dari analisis yang sistimatis proses perkembangan  pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien sesuai kebutuhana dan tujuan siswa dan masyarakat” (Martin, 2014: 10).
Fattah (1996: 50) dalam Sutomo (2004: 12) mengatakan bahwa perencanaan pendidikan adalah keputusan yang diambil untuk melakukan tindakan selama waktu tertentu (sesuai dengan jangka waktu perencanaan) agar penyelenggaraan sistimpendidikan menjadi lebih efektif dan efisien, serta menghasilkan lulusan yang bermutu, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat diambil beberapa unsur yang terkandung di dalam perencanaan pendidikan, yaitu: (1) dalam perencanaan pendidikan itu mempersiapkan keputusan-keputusan yang akan dilakkan, (2) dalam perencanaan pendidikan terdapat analisis-nalisis yang rasional dan sistimatis terkait dengan pemilihan alternatif dari keputusan-keputusan itu, (3) dalam perencanaan endidikan terkandung makna pengembangan pendidikan dimasa depan dan (4) dalam perencanaan pendidikan harus memperhitungkan pencapaian sasaran atau tujuan secara efektif dan efisien.
Dalam konteks yang lebih spesifik yaitu sekolah, maka perencanaan pendidikan di sekolah dapat kemukakan pengertiannya sebagaimana pendapat Davies and Ellison (1992 dalam Brent Davies Linda Ellison (1998), dalam artikelnya yang berjudul "Futures and strategic perspectives in school planning", bahwa tujuan perencanaan sekolah “provide a strategic picture of where the school is, where it is going and how it intends to get there” (memberikan suatu gambaran yang strategis keberadaan sekolah ini, di mana dia pergi dan bagaimana cara mereka berniat untuk sampai ke sana).



C.    Tujuan dan Fungsi Perencanaan Pendidikan.
Menurut Y. Dror dalam Djumberansyah (1990) dan dalam Udin dan Abin (2005) tujuan perencanaan pendidikan adalah “untuk mereformasi pendidikan, yaitu suatu proses dari status sekarang menuju ke status perkembangan pendidikan yang dicita-citakan”. Sementara itu, Philip H. Coombs menjelaskan tujuan perencanaan pendidikan  adalah “agar pendidikan lebih efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan tujuan peserta didik  dan masyarakat”. Sedangkan Djumberansyah (1990) menjelaskan bahwa tujuan perencanaan pendidikan adalah untuk: (Martin, 2014: 14-15)
  1. Menyusun kebijaksanaan dan menggariskan strategi pendidikan yang sesuai dengan kebijakan pemerintah (menyusun alternatif dan prioritas kegiatan) yang menjadi dasar pelaksanaan pendidikan pada masa yang akan datang dalam upaya pencapian sasaran pembangunan pendidikan.
  2. Menginvestasikan biaya pendidikan seefisien mungkin.
  3. Ditambahkan Udin Syaefudin Sa’ud dan Abin Syamsudin Makmun (2005):
  4. Mencapai efisiensi pada proses penyelesaian masalah dan memerlukan paling sedikit tiga tujuan yaitu: menegaskan kebenaran, menentukan serangkaian tindakan, dan membujuk yang membutuhkan.
Sementara itu Jusuf Enoch dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan,  menggariskan tujuan perencanaan pendidikan adalah “untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien dengan upaya yang optimal”. Selanjutnya Endang Sunarya (2000) merinci tujuan perencanaan pendidikan seperti berikut: (Martin, 2014: 15-16)
  1. Untuk mencari kebenaran atau fakta-fakta yang diperoleh untuk disajikan agar dapat diterima oleh berbagai pihak.
  2. Untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan yang berorientasi ke masa depan.
  3. Untuk meyakinkan secara rasional pihak-pihak tertentu yang berkepentingan terhadap pendidikan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpukan bahwa tujuan perencanaan pendidikan pada intinya adalah untuk:
  1. Mengembangkan pendidikan agar menjadi lebih baik dan lebih sesuai dengan tuntutan kebutuhan siswa dan masyarakat.
  2. Mengarahkan tindakan-tindakan yang lebih tepat, karena didasarkan pada kebenaran dan fakta-fakta yang dipertimbangkan dan  dianalisis secara mendalam.
  3. Agar dapt mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien dengan upaya pemanfaatan sumberdaya yang optimal.
Adapun fungsi dari perencanaan, secara umum menurut Yati Siti Mulyati dan Aan Komariah (2011: 93) bahwa keberadaan suatu rencana  sangat penting bagi organisasi, karena perencanaan berfungsi untuk:
  1. Menjelaskan dan merinci tujuan yang ingin di capai.
  2. Memberikan pegangan dan menetapkan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
  3. Organisasi memperoleh standar sumber daya terbaik dan mendayagunakannya sesuai dengan tugas pokok fungsi yang telah ditetapkan.
  4. Menjadi rujukan anggota organisasi dalam melaksanakan aktivitas yang konsisten prosedur dan tujuan.
  5. Memberikan batas kewenangan dan tanggung jawab bagi seluruh pelaksana.
  6. Memonitor dan mengukur berbagai keberhasilan secara intensif sehingga bisa menemukan dan memperbaiki penyimpangan secara dini.
  7. Memungkinkan untuk terpeliharanya persesuaian antara kegiatan internal dengan situasi eksternal.
  8. Menghindari pemborosan.
Dengan demikian maka secara sederhana dapat disimpulkan bahwa fungsi perencanaan dalam suatu organisasi adalah proses merumuskan tujuan-tujuan, menetapkan sumber daya yang dibutuhkan, menetapkan tugas dan kewenangan, dan menetapkan pilihan terhadap teknik atau metode yang dipakai untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Menurut H.M. Djumberansyah Indar (1990) dalam Martin (2014: 18) mengemkakan bahwa fungsi dan peranan perencanaan pendidikan adalah:
  1. Sebagai alat untuk mengarahkan kegiatan pendidikan.
  2. Sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan pendidikan.
  3. Sebagai alat untuk memperkirakan atau forecasting hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui.
  4. Memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif cara terbaik.
  5. Sebagai alat untuk menyusun skala prioritas (memilih urutan-urutan dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran, maupun kegiatan usahanya).
Sedangkan menurut Endang Sunarya (2000) diungkapkan bahwa fungsi dan peranan perencanaan  pendidikan adalah untuk: (Martin, 2014: 18)
  1. Melakukan tugas penelitian, pemrograman, pendisainan, penyusunan program, perancangan konsep keputusan, dan sebagainya.
  2. Mengadakan komunikasi dengan klien yang dilayani.
  3. Mengenal misi, tugas, dan fungsi organisasi yang dilayaninya.
  4. Berorientasi pada pemecahan masalah yang dihadapi.
Menurut Martin (2014: 19) menyimpulkan berdasarkan berbagai pendapat para ahli bahwa fungsi dan peranan perencanaan pendidikan adalah sebagai berikut:
  1. Sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan pendidikan.
  2. Sebagai alat pengendalian pembangunan pendidikan.
  3. Sebagai alat untuk menjamin mutu pembangunan pendidikan.
  4. Sebagai alat pencapaian tujuan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
  5. Sebagai sarana untuk menjamin kelancaran pencapaian tujuan pembangunan pendidikan.
  6. Sebagai sarana untuk memperjelas visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan.
  7. Sebagai alat yang logis dan sistimatis untuk mengubah sistem pendidikan ke arah yang lebih baik.
Sementara itu implementasinya pada tingkat sekolah, maka perencanaan pendidikan di tingkat sekolah dalam bentuknya yang berupa rencana pengembangan sekolah (RPS) disusun dengan tujuan untuk: (http://cak-a6.blogspot.co.id/2011/02/proses-penyusunan-rencana-pengembangan.html)
  1. Menjamin agar perubahan/tujuan sekolah yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi dan resiko yang kecil.
  2. Mendukung koordinasi antar pelaku sekolah.
  3. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar pelaku sekolah, antar sekolah dan dinas pendidikan kabupaten/kota, dan antar waktu.
  4. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
  5. Mengoptimalkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat, dan
  6. Menjamin tercapainya penggunaan sumber-daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.
  7. Sebagai dasar ketika melaksanakan monitoring dan evaluasi pada akhir program
Dari beberapa tujuan perencanaan pendidikan di atas, maka dapat diambil sebuah kesimpulan sederhana bahwa fungsi dan peranan perencanaan pendidikan adalah sebagai pedoman, alat dan penetapan sasaran, dalam rangka mengelola pendidikan yang efektif dan efisien. artinya bahwa:
  • Perencanaan pendidikan dijadikan sebagai pedoman bagi seluruh pelaku pendidikan dalam menjalankan seluruh proses pendidikan dari awal sampai akhir.
  • Perencanaan pendidikan harus dijadikan sebagai alat untuk menjalankan seluruh proses pendidikan, karena dalam perencanaan pendidikan telah ditetapkan spesifikasi alternatif yang dipertimbangkan secara matang.
  • Perencanaan pendidikan harus dijadikan sebagai tolak ukur dari tercapainya tujuan atau sasaran pendidikan yang efektif dan efisien.

D.    Pengertian Sekolah Efektif.
Sekolah efektif dalam bahasa Inggris berasal dari dua kata, yaitu effective dan school.  Makna efektif merujuk pada kemampuan menghasilkan sesuatu atau mampu mencapai tujuan.  Efektivitas merupakan ukuran yang menyatakan sejauh mana sasaran atau tujuan (kualitas, kuantitas dan waktu) telah dicapai.
Beberapa definisi sekolah efektif akan dikemukakan di bawah ini: (http://rukmant.blogspot.co.id/p/blog-page.html)
  1. Sekolah efektif memiliki pengertian yang berbeda dengan efektivitas sekolah. ACT Council of P&C Associations (2007) mendefinisikan sekolah efektif sebagai “those that successfully progress the learning and development of all of thei students”. Definisi diatas dapat dimaknai bahwa sekolah efektif adalah sekolah yang mampu meningkatkan belajar peserta didiknya dan mengembangkan semua siswa yang ada di sekolah tersebut secara sukses.
  2. Sammons, Hilmans and Mortimore (1995: 3) mendefinisikan sekolah efektif sebagai: “one in which pupils progress further than might be expected from consideration of its intake. In other word an effective schools adds extra value to its students outcome in comparison  with other schools serving similar intakes. By contrast an ineffective school is one in which students make less progress than expected given their    characteristic at intake”.
  3. Definisi dari Sammons, Hilman dan Mortimore ini dapat dipahami bahwa sekolah efektif merupakan satu hal dimana kemajuan para siswa lebih baik dari kondisi yang biasa diharapkan. Atau sekolah efektif itu sekolah yang memberikan nilai lebih pada peserta didiknya dibandingkan sekolah lain yang memiliki karakteristik yang sama.
  4. Sekolah efektif adalah sekolah yang menjalankan fungsinya sebagai tempat belajar yang paling baik dengan menyediakan layanan pembelajaran yang bermutu bagi siswa siswinya. (Joni Ukat, 2008 : 1). Pengertian umum sekolah efektif juga berkaitan dengan perumusan apa yang harus dikerjakan dengan apa yang telah dicapai. Sehingga suatu sekolah akan disebut efektif  jika terdapat hubungan yang kuat antara apa yang telah dirumuskan untuk dikerjakan dengan hasil-hasil yang dicapai oleh sekolah, sebaliknya sekolah dikatakan tidak efektif bila hubungan tersebut rendah (Getzel, 1969).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sekolah efektif merupakan sekolah yang mampu  mewujudkan tujuan pembelajaaran di sekolah secara maksimal kepada peserta didik yaitu mampu mewujudkan pengembangan kemampuan siswa yang berkualitas tinggi, sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada secara maksimal. Sekolah efektif akan sangat berbeda kualitasnya dengan sekolah lain yang tidak efektif, walaupun memiliki sumber daya pendukung yang relatif sama.


E.    Ciri-ciri Sekolah Efektif.
Berikut akan dikemukakan pendapat dari kesimpulan dari Aubrey H. Wang, Alyssa M. Walters  dan Y.M. Thum (2012) yang didasarkan pada pendapat beberapa peneliti sebelumnya, yaitu:
“Over the past three decades, numerous research studies have outlined characteristics of effective schools (see Hofman and Hofman, 2011; Purkey and Smith, 1983; Sammons et al., 2011; Sammons et al., 2011; Taylor et al., 2000). Based on a review of the most notable empirical studies of effective schools serving high-risk and low-income students, a framework that included the following five inter-related characteristics was developed. It included strong learning environment, strong instructional leadership, high staff morale, evidence-based decision making, and high level of teacher efficacy. While the list was not exhaustive, these characteristics guided the subsequent data collection and analyses. Each of these characteristics was described briefly below”.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa ciri-ciri sekolah efektif itu ditandai dengan hal-hal sebagai berikut: lingkungan yang kuat belajar, kepemimpinan instruksional yang kuat, staf yang memiliki semangat tinggi, pengambilan keputusan berbasis fakta/data, dan guru yang memiliki kemampuan tingkat tinggi.
Lebih lanjut Aubrey H. Wang, Alyssa M. Walters  dan Y.M. Thum (2012) menjelaskan lebih rinci mengenai lima ciri sekolah efektif di atas sebagai berikut:
  • Sekolah dengan lingkungan belajar yang aman adalah sekolah yang mencakup lingkungan aman dan tertib, orang tua mendukung, dan dukungan termotivasi akademis siswa. Penelitian telah menunjukkan bahwa sekolah yang efektif cenderung ditandai dengan suasana yang tertib dan aman (Cotton, 2000; Edmonds, 1979; Milam et al, 2010;. Purkey dan Smith, 1983; Sammons et al, 2011.); cenderung memiliki orang tua yang membantu anak-anak mereka belajar (Hofman dan Hofman, 2011;. Taylor et al, 2000); dan cenderung memiliki program pengembangan staf sekolah-lebar yang mempromosikan budaya belajar yang sedang berlangsung antara staf dan mahasiswa (Purkey dan Smith, 1983;. Sammons et al, 1995;. Taylor et al, 2000).
  • Sekolah dengan kepemimpinan instruksional yang kuat telah ditemukan terkait dengan prestasi siswa yang lebih tinggi (Edmonds, 1979; Gulcan, 2012; Hofman dan Hofman, 2011; Purkey dan Smith, 1983; Taylor et al, 2000;. Teddlie et al,. 2000). komponen kunci dari kepemimpinan termasuk memiliki otonomi, tegas, dan kepemimpinan instruksional tujuan dari prinsipal (Purkey dan Smith, 1983;. Sammons et al, 1995;. Teddlie et al, 2000) dan memiliki kemampuan untuk menyimpan dan mengkomunikasikan visi yang jelas tujuan pendidikan sekolah dan standar (Cotton, 2000).
  • Sekolah dengan staf tinggi moral juga ditemukan kaitkan dengan prestasi siswa (Shen et al, 2012;.. Taylor et al, 2000; Zigarelli, 1996). Semangat staf termasuk stabilitas staf (Purkey dan Smith, 1983), rasa kolegialitas, kolaborasi dan persatuan di antara staf (Sammons et al, 1995;.. Taylor et al, 2000)., Dan kepuasan kerja guru (Shen et al, 2012). Semangat staf adalah sangat penting untuk sekolah di perkotaan mengingat bahwa mereka cenderung mengalami paling kesulitan dengan mempertahankan dan mempekerjakan guru berkualitas tinggi (Teddlie et al., 2000).
  • Selain itu, hasil dari penelitian tentang penilaian formatif (lihat Hitam dan Wiliam, 1998a, b; Brookhart, 2007; Scriven, 1967) menunjukkan bahwa penggunaan konsisten dan sistematis data kinerja siswa tepat waktu untuk meningkatkan instruksi dan untuk memantau kemajuan siswa adalah fitur penting dari sekolah yang efektif. penggunaan data telah ditemukan sangat efektif bila guru memiliki akses, waktu, dan keterampilan untuk secara akurat menganalisis dan menginterpretasikan data untuk meningkatkan pembelajaran siswa (Black dan Wiliam, 1998a, b; Christman et al, 2009;. Clark, 2010; Frohbieter et al, 2011;. Halverson, 2010;. Hamilton et al, 2009;. Shepard et al, 2011).
  • Para peneliti telah menunjukkan bahwa efikasi guru berhubungan positif dengan belajar siswa melalui pengaruhnya terhadap sejumlah perilaku guru seperti usaha (Edmonds dan Spradlin, 2010; Gibson dan Dembo, 1984; Rouse dan Florian, 1996), instruksi terorganisir dengan baik (Allinder 1994), keterbukaan terhadap reformasi pendidikan (Adams dan Forsyth, 2009; DeMesquita dan Drake, 1994). Di tingkat sekolah, sikap ini ditemukan berhubungan positif dengan tingkat yang berbeda dari membaca dan matematika prestasi di sekolah di distrik kota besar (Goddard et al., 2000).
Selanjutnya Daryanto (2011: 97) bahwa ciri utama sekolah efektif, berdasarkan berbagai riset meliputi: (a) kepemimpinan instruksional yang kuat; (b) harapan yang tinggi terhadap prestasi siswa; (c) adanya lingkungan belajar yang tertib dan nyaman; (d) menekankan pada ketrampilan dasar; (e) pemantauan secara kontinyu terhadap kemajuan siswa; dan (f) terumuskan tujuan sekolah secara jelas.
Dari dua pendapat di atas, setidaknya dapat dibuat sustu benang merah, sebagai penggabungan kedua pendapat tersebut mengenai ciri sekolah efektif, yaitu: (1) adanya lingkungan belajar yang aman, (2) adanya kepemimpinan instruksional yang kuat, (3) adanya pemantauan terhadap kemajuan/prestasi belajar siswa secara kontinyu, (4) adanya semangat moral staf yang tinggi, (5) adanya guru yang memiliki kemampuan belajar tinggi, (6) adanya harapan yang tinggi terhadap prestasi belajar siswa, dan (7) menekankan pada ketrampilan dasar
Pendapat lain, bahwa sebagai ukuran dasar dari pada sekolah efektif adalah jika memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut: (Sudarwan Danim: 2012: 61-62)
  1. Mempunyai standar kerja yang tinggi dan jelas.
  2. Mendorong aktifitas, pemahaman multi budaya, kesetaraan gender, dan mengembangkan secara tepat pembelajaran menurut standar potensi yang dimiliki oleh pelajar.
  3. Mengharapkan para siswa untuk mengambil peran tanggung jawab dalam belajar dan perilaku dirinya.
  4. Mempunyai instrumen evaluasi dan penilaian hasil belajar siswa yang terkait dengan standar pelajar.
  5. Menggunakan metode pembelajaran yang berakar pada penelitian pendidikan dan suara praktik profesional.
  6. Mengorganisasikan sekolah dan kelas untuk mengkreasikan lingkungan yang bersifat memberi dukungan bagi kegiatan pembelajaran.
  7. Pembuatan keputusan secara demokratis dan akuntabilitas untuk kesuksesan siswa dan kepuasan pengguna.
  8. Menciptakan rasa aman, sifat saling menghargai, dan mengakomodasikan lingkungan secara efektif.
  9. Mempunyai harapan yang tinggi kepada semua staf untuk menumbuhkan kemampuan profesional dan meningkatkan kemampuan praktisinya.
  10. Secara aktif melibatkan keluarga di dalam membantu siswa untuk mencapai sukses.
  11. Bekerja sama atau berparner dengan masyarakat dan pihak-pihak lain untuk mendukung siswa dan keluarganya.

F.    Peranan Pengembangan Perencanaan Pendidikan Untuk Meningkatkan Sekolah Efektif.
Menurut E. Mulyasa (2013:61) mengemukakan,  bahwa setidaknya terdapat sembilan aspek yang harus diperhatikan dalam menciptakan sekolah efektif. Kesembilan aspek itu terkait dengan: perencanaan pengembangan sekolah, pengembangan guru dan staf, pengembangan peserta didik, pelibatan orang tua dan masyarakat, penghargaan dan insentif, tata tertib dan disiplin, pengembangan kurikulum dan pembelajaran, manajemen keuangan dan pembiayaan, serta pendayagunaan sarana dan prasarana sekolah. Karakteristik tersebut saling mendukung dalam mendorong terciptanya sekolah efektif.
Dari pendapat di atas, bahwa pelaksanaan atau mewujudkan sekolah efektif dapat dilakukan jika dapat mengembangkan ke sembilan komponen itu. Salah satu komponen yang harus dikembangkan dalam rangka menciptakan sekolah efektif adalah yang paling awal dilakukan adalah dengan perencanaan pengembangan sekolah.
Demikian juga Davies dan Ellison (1992, p. 9) dalam artikel Brent Davies Linda Ellison (1998), yang berjudul:"Futures and strategic perspectives in school planning", bahwa:
“The school development plan should provide the mechanism for defining a school’s aims
and translating these into effective educa-tion. Activities can be sub-divided into core elements which represent the main purpose of the school and support elements which facilitate the effective operation of the core elements”.

(Rencana pengembangan sekolah harus menyediakan mekanisme untuk mendefinisikan tujuan sekolah dan menerjemahkan ini ke dalam pendidikan yang efektif. Kegiatan dapat dibagi menjadi elemen inti yang merupakan tujuan utama dari unsur sekolah dan elemen pendukung yang memudahkan beroperasinya secara efektif unsur-unsur inti).
Dengan demikian dari pendapat di atas maka dengan adanya rencana pengembangan sekolah maka dapat menjadi penterjemah tujuan pendidikan kearah pengelolaan sekolah yang efektif. Artinya dengan adanya rencana pengembangan sekolah maka fungsi-fungsi organisasi yang berjalan di sekolah dapat diproses secara lebih efektif.
Berkaitan dengan hubungan antara perbaikan dan peningkatan efektifitas sekolah dengan rencana pengembangan sekolah ini, P.M.C. Leggate J.J. Thompson, (1997) berpendapat bahwa:
“The growth of interest in school improvement and school effectiveness over recent years has brought with it an increase in the volume of literature and debate relating to the value of development planning in schools, and its relevance to a wide range of contexts”.

(Pertumbuhan minat perbaikan sekolah dan efektivitas sekolah selama beberapa tahun terakhir telah membawa dengan itu peningkatan volume sastra dan debat berhubungan dengan nilai dari rencana pengembangan sekolah, dan keterkaitannya dengan berbagai macam konteks).
Dari pendapat di atas menunjukkan bahwa suatu langkah penting dalam usaha memperbaiki dan meningkatkan efektifitas sekolah adalah dengan meningkatkan minat kita untuk menjadikan penyusunan rencana pengembangan sekolah sebagai suatu yang sangat penting dalam pengelolaan sekolah kita. Atau dengan kata lain, jika kita menginginkan pebaikan dan menjadikan sekolah efektif, maka langkah yang penting adalah dengan menyusun rencana pengembangan sekolah yang menjamin perbaikan dan keefektifan sekolah tersebut.
Menurut Mulyasa (2013: 62) bahwa perencanaan pengembangan sekolah perlu dirumuskan dengan jelas, baik dalam jangka panjang, menengah, maupun jangka pendek. Sejalan dengan itu, rencana untuk memperbaiki dan mengefektifkan sekolah melalui perencanaan pengembangan sekolah maka, P.M.C. Leggate J.J. Thompson (1997), dalam artikelnya yang berjudul: "The management of development planning in international schools", mengemukakan pendapatnya sebagai berikut:
“Due to increasing interest in school development planning, improvement and effectiveness, more schools are gaining greater control over their own school management. Argues that school development plans should provide an operational structure with a clearly identified direction and priorities”.
(Disebabkan meningkatnya minat dalam pengembangan sekolah berencana, perbaikan dan keefektifan, banyak sekolah yang mendapatkan kontrol lebih besar atas pengelolaan sekolah mereka. Berpendapat bahwa rencana pengembangan sekolah harus menyediakan struktur operasionalnya dengan arah dan prioritas yang diidentifikasi dengan jelas).
Jadi berdasarkan pendapat diatas, bahwa sebuah perencanaan pendidikan yang akan mampu dijadikan sebagai pedoman untuk meningkatkan efektifitas sekolah adalah bahwa perencanaan pengembangan sekolah harus menyediakan struktur operasional dengan arah dan peroritas  yang diidentifikasikan dengan jelas.
Lebih lanjut E. Mulyasa (2014) menjelaskan bahwa, perencanaan yang baik, menuntut pelibatan  semua stakeholders sekolah, seperti kepala sekolah, guru, staf, peserta didik, pengawas, orang tua/komite sekolah, dan dewan pendidikan. Hal ini sejalan dengan pendapat
Michael Hess, dkk. (2014) yang mencetuskan model pengembangan perencanaan demokratis atau Developmental Democratic Planning (DDP). Dikatakan bahwa:
“To create a democratic planning culture, educational leaders cultivate and promote approaches to organizational leadership and planning that include (1) the leadership dispositions of hospitality, participation, mindfulness, humility; and (2) the organizational dispositions of mutuality, appreciation, and autonomy”.
(Untuk menciptakan budaya perencanaan yang demokratis, pemimpin pendidikan menumbuhkan dan mendorong pendekatan untuk kepemimpinan organisasi dan perencanaan yang meliputi (1) disposisi Kepemimpinan keramahan, partisipasi, kesadaran, kerendahan hati; dan (2) disposisi organisasi kebersamaan, menghargai, dan kemandirian).
Lebih lanjut dikatakan Mursell  (1955) dalam Michael Hess, dkk. (2014)  bahwa:

 “The model frames educational planning as a process that extends beyond the immediate focus of a particular planning effort to acknowledge and cultivate the potential of all members of the organization, individually and collectively, to fulfill their roles as active participants in the democratic life of the organization. Educational leaders who are committed to creating a democratic culture in their schools must provide ongoing opportunities for individual members of the educational organization to contribute to the development of the organization, through “group thinking, group action, and group responsibility” ”

(model bingkai perencanaan pendidikan sebagai proses yang melampaui menjadi fokus mendesak dari upaya berencana khusus untuk mengakui dan mengembangkan potensi semua anggota dari organisasi, secara individual dan secara bersama, dalam memenuhi peranan mereka sebagai peserta yang aktif dalam kehidupan demokrasi organisasi . Para pemimpin pendidikan yang memiliki komitmen pembentukan budaya demokrasi di sekolah mereka harus memberikan kesempatan yang berkelanjutan bagi anggota individu organisasi pendidikan untuk berkontribusi pada pengembangan organisasi, melalui "pemikiran kelompok, tindakan kelompok, dan tanggung jawab kelompok”)
Dengn demikian dari pendapat diatas bahwa perencanaan yang baik, salah satunya adalah dengan menciptakan iklim organisasi yang demokratis dalam pengembangan perencanaan sekolah, dengan inti pengertiannya adalah dengan melibatkan seluruh komponen pengelola dan yang berkepentingan dengan pendidikan untuk bersama sama menyusun perencanaan sekolah. Adapun ciri-ciri model pengembangan perencanaan demokratis itu adalah: adanya keramahan dalam kepemimpinan, kepemimpinan yang partisipatif, kesadaran pemimpin tentang pentingnya partisipasi bersama, dan kepemimpinan yang rendah hati; sedangkan pada level organisasi akan tercipta kebersamaan, saling menghargai, dan adanya kemandirian.
Beberapa indikator berikut dapat dijadikan acuan untuk mengembangkan perencanaan pengembangan sekolah. (E. Mulyasa, 2014: 62)
•    Sekolah memiliki rencana jangka pendek (rencana tahunan), rencana menengah (3 sampai 5 tahun), dan rencana jangka panjang (5 sampai 10 tahun).
•    Visi dan misi sekolah dirumuskan bersama dengan berbagai pihak yang berkepentingan dengan sekolah, dan dipahami oleh seluruh warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah, staf) bahkan orang tua dan masyarakat untuk mendapatkan dukungan penuh.
•    Visi dan misi sekolah dinyatakan secara jelas dan berorientasi pada nilai-nilai ideal, menantang, dan bersifat inovatif, serta dijadikan dasar dalam penyusunan program sekolah.
•    Strategi dan program sekolah di kembangkan secara konsisten mengarahkan pencapaian visi dan misi sekolah.
•    Komite sekolah dilibatkan secara aktif dalam penyusunan RAPBS dan penetapan APBS.
•    Guru berpartisipasi aktif menentukan prioritas perencanaan jangka pendek.
•    Kepentingan peserta didik menjadi perioritas dalam program-program yang direncanakan.
Akhirnya dapat dikatakan bahwa perencanaan pendidikan merupakan proses utama yang menentukan kegiatan pembelajaran itu akan berlangsung dengan baik atau tidak. Maka dari itu pelaksanaan dari perencanaan tersebut harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Di dalam organisasi sekolah juga selalu ada perencanaan. Organisasi sekolah bisa berjalan karena sebelumnya ada perencanaan, bagaimana sekolah  itu akan berjalan, siapa orang-orang yang akan menjalankan sekolah tersebut, dan siapa yang akan menjadi pemimpin dari sekolah tersebut. Perencanaan dalam suatu sekolah menentukan keberhasilan sekolah tersebut.Maka kualitas perencanaannya harus diperhatikan dan ditingkatkan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Artinya terbentuknya sekolah efektif, salah satunya adalah ditentukan oleh adanya perencanaan sekolah yang bermutu, yaitu perencanaan sekolah yang dapat menjadi landasan dan arah bagi sekolah untuk mencapai tujuannya secara maksimal.

G.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut:
  1. Perencanaan pendidikan adalah keputusan yang diambil untuk melakukan tindakan selama waktu tertentu (sesuai dengan jangka waktu perencanaan) agar penyelenggaraan sistim pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien, serta menghasilkan lulusan yang bermutu, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
  2. Tujuan perencanaan pendidikan adalah “untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien dengan upaya yang optimal”.
  3. Fungsi  perencanaan dalam suatu organisasi adalah proses merumuskan tujuan-tujuan, menetapkan sumber daya yang dibutuhkan, menetapkan tugas dan kewenangan, dan menetapkan pilihan terhadap teknik atau metode yang dipakai untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
  4. Sekolah efektif merupakan sekolah yang mampu  mewujudkan tujuan pembelajaaran di sekolah secara maksimal kepada peserta didik yaitu mampu mewujudkan pengembangan kemampuan siswa yang berkualitas tinggi, sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada secara maksimal. Sekolah efektif akan sangat berbeda kualitasnya dengan sekolah lain yang tidak efektif, walaupun memiliki sumber daya pendukung yang relatif sama.
  5. Ciri sekolah efektif, antara lain yaitu: (1) adanya lingkungan belajar yang aman, (2) adanya kepemimpinan instruksional yang kuat, (3) adanya pemantauan terhadap kemajuan/prestasi belajar siswa secara kontinyu, (4) adanya semangat moral staf yang tinggi, (5) adanya guru yang memiliki kemampuan belajar tinggi, (6) adanya harapan yang tinggi terhadap prestasi belajar siswa, dan (7) menekankan pada ketrampilan dasar.
  6. Terbentuknya sekolah efektif, salah satunya adalah ditentukan oleh adanya perencanaan sekolah yang bermutu, yaitu perencanaan sekolah yang dapat menjadi landasan dan arah bagi sekolah untuk mencapai tujuannya secara maksimal.


DAFTAR PUSTAKA
  1. Anonim. 2011. Manajemen Pendidikan. Cetakan keempat. Bandung: PT. Alfabeta.
  2. Brent Davies Linda Ellison. (1998)."Futures and strategic perspectives in school planning". International Journal of Educational Management, Vol. 12 Iss 3 pp. 133 – 140.
  3. Danim, Sudarwan. 2012. Visi Baru Manajemen Sekolah; Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
  4. Daryanto.  2011. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pembelajaran. cetakan pertama. Yogyakarta: Penerbit Gavamedia.
  5. Hess, Michael., Johnson, Jerry., dan Reynolds, Sharon. 2014. A Developmental Model for Educational Planning: Democratic Rationalities and Dispositions. NCPEA International Journal of Educational Leadership Preparation, Vol. 9, No. 1 – March, 2014 ISSN: 2155-9635 © 2014 National Council of Professors of Educational Administration.
  6. Martin. 2014. Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan. Cetakan keduaDepok: PT. Rajagrafindo Persada.
  7. P.M.C. Leggate J.J. Thompson. (1997)."The management of development planning in international schools". International Journal of Educational Management, Vol. 11 Iss 6 pp. 268 – 273
  8. Sutomo.  2004. Manajemen Sekolah. Semarang: UPT MKU UNNES.
  9. http://cak-a6.blogspot.co.id/2011/02/proses-penyusunan-rencana-pengembangan.html
  10. http://rukmant.blogspot.co.id/p/blog-page.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar