Selasa, Juni 21, 2016

Peran Kepala Sekolah Untuk Memotivasi Guru


Lembaga pendidikan formal seperti sekolah pada dasarnya, dilahirkan ditengah-tengah masyarakat tidak lain adalah sebagai upaya masyarakat untuk mengembangkan mutu sumber daya manusia sehingga bisa berkualitas, untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidupa manusia hari ini dan  hari esok. Oleh karena itu maka suatu hal yang sangat wajar jika masyarakat sangat menggantungkan harapan yang sangat besar kepada lembaga sekolah, dalam rangka mendidik dan melatih peserta didik yang memilki keunggulan utuk membangun masyarakat masa depan yang lebih maju dan lebih unggul.
Namun demikian ada banyak hal yang perlu diperhatikan  oleh sekolah dalam rangka mengaktualisasikan tujuan pendidikan yang menjadi cita-cita masyarakat tersebut. Salah satu faktor yang berpengaruh langsung terhadap pengelolaan lembaga sekolah adalah kualitas para pengelola lembaga pendidikan tersebut. Adapun yang dimaksud dengan tenaga pengelola lembaga sekolah adalah meliputi kepala sekolah sebagai pimpinan, tenaga pengajar (pendidik), dan tenaga administrati (kependidikan).
Kepala sekolah merupakan pemimpin yang bertanggung jawab penuh terhadap seluruh proses yang berlangsung di sekolah. Oleh karena itu kepala sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan yang memadai, sehingga mampu menggerakkan seluruh komponen sumber daya yang ada di sekolah dalam rangka untuk mencapai keberhasilan lembaga sekolah, sesuai dengan program yang telah ditetapkan sebelumnya.
Berkaitan dengan tugas kepala sekolah sebagai pemimpin ini, Danim dan Suparno (2009) seperti dikutip Andang (2014: 38), menjelaskan  bahwa kepemimpinan di definisikan sebagai kemampuan mempengaruhi dan memberi arah yang terkandung dalam diri pemimpin. Dengan demikian sebagai pemimpin kepala sekolah harus memiliki kemampuan dalam dirinya untuk mempengaruhi dan memberi arahan kepada seluruh komponen pengelola sekolah untuk menggunakan seluruh sumberdaya yang ada agar digerakkan untuk mencapai tujuan sekolah.

Sementara itu guru merupakan salah satu penggerak dan pelaksana dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Tanpa guru yang disebut sebagai tenaga pendidik maka pelaksanaan pembelajaran tidak berjalan sebagaimana yang diharakan (Kompri, 2015: 127). Sejalan dengan itu, Andang (2014: 214) menyatakan bahwa yang menjadi tanggung jawab utama guru adalah melaksanakan kegiatan pendidikan di sekolah dalam bentuk mengajar, membina, dan mendidik siswa. Kegiatan belajar mengajar menempatkan guru sebagai ujung tombak yang menentukan sukses tidaknya pendidikan di sekolah.
Begitu besarnya peran guru sebagai pengajar dan pendidik, dikemukakan oleh sugeng harus diakui bahwa kemajuan di bidang pendidikan sebagian besar tergantung pada kewenangan dan kemampuan staf pengajar (guru) (Daryanto, 2011: 208).
Menurut Sugeng, seperti dikutip Daryanto (2011: 208) menjelaskan bawa realitas di sekolah ironisnya pihak pimpinan sekolah justru direpotkan oleh masalah guru ketimbang persoalan peningkatan mutu dan pengembangan sekolah.
Bekaitan dengan pelaksanaan pendidikan di Indonesia secara umum, Daryanto (2011: 205) mengutip penjelasan Sumargi (1996) mengemukakan bahwa adanya kemerosotan pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini (walaupun telah dilakukan pergantian kurikulum sejak kurikulum 1976) bukan diakibatkan oleh kurikulum, tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru. Sementara itu  ada dua faktor besar yang mempengaruhi profesionalisme guru, yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yang berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan oleh guru. Selanjutnya Purwanto (2002) seperti dikutip Daryanto (2011: 209), menyatakan bahwa permasalahan guru langsung atau tidak langsung berkaitan dengan masalah profesionalisme guru yang belum memadai. Padahal sudah sangat jelas  hal tersebut  menentukan mutu pendidikan nasional. Mutu pendidikan nasional rendah, salah satu penyebabnya adalah mutu guru yang rendah. Ini menyangkut tentang kinerja guru. Secara umum dapat dikatakan bahwa kinerja guru rendah.
Sementara itu Sutermesiter, serti dalam Dessler (1997) berpendapat bahwa “employees’ job performance areconsidered to result from abiliti and motivation” bahwa kinerja merupakan hasil dari kemampuan dan motivasi. Sejalan dengan itu, Sulistyani (2004) seperti dikutip Daryanto (2011: 2010) mempertegas bahwa persoalan motivasi dalam birokrasi good goverment perlu digarap dengan serius. Mengingat peran, fungsi maupun posisi pegawai dalam rangka menopang produktifitas, efisiensi dan keefektifan untuk mencapai kinerja yang baik, maka program  motivasi sebagai bagian intergral.
Robbin (1984) mengatakan bahwa “people who are motivated accept a greater effort to perform than those who are not notivated”. Orang yang termotivasi akan melakukan usaha yang lebih besar daripada yang tidak termotivasi.
Bekaitan dengan hal di atas, maka salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru adalah dengan meningkatkan kinerja guru. Selanjutnya untuk meningkatkan kinerja guru salah satu yang diusahakan adalah meningkatkan motivasi guru, disisi lain yang tidak kalah pentingnya dibarengi dengan peningkatan kemampuan (kompetensi) keguruan.
Untuk memotivasi guru, maka peran kepala sekolah sebagai pemimpin sangat sentral. Oleh karena itu dalam tulisan (makalah ini) sangat perlu untuk dibahas tentang peran kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru melalui pemberian motivasi kepada guru. Pemberian motivasi kepada guru oleh kepala sekolah, tentunya harus didasari dengan pemahaman yang proporsional dan cukup tentang hakekat motivasi, teori-teori motivasi ( terutama teori X dan Y, teori dua faktor,  dan teori tiga kebutuhan), serta hal-hal lain yang mempengaruhi motivasi. Sehingga motivasi yang diberikan oleh kepala sekolah kepada guru dapat dilakukan dengan tepat dan berhasil dengan baik.

A.    PENGERTIAN MOTIVASI
Untuk lebih mememahami pengertian motivasi, akan kami kemukakan beberapa pendapat tentang pengertian motivasi, sebagai berikut:
  1. Menurut Makawimbang, J.H. (2012: 176), secara umum motivasi diartikan sebagai kebutuhan yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan kearah suatu tujuan.
  2. Menurut Syah, seperti di kutip oleh Makawimbang, J.H. (2012: 176) bahwa pengertian dasar motivasi adalah keadaan internal organisme baik manusia maupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.
  3. Wahjosumidjo berpendapat bahwa motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, keputusan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang itu sendiri (intrinsik) atau faktor diluar diri seseorang (ekstrinsik). Jadi bagi seseorang dalam berbuat sesuatu, disebabkan oleh karena adanya keinginan yang kuat dari dalam dirinya  untuk mencapai sesuatu tersebut. Tetapi keduanya timbul karena adanya rangsangan (Makawimbang, J.H., 2012: 177).
  4. Menurut Callahan and Clark (1988), dikutip oleh Mulyasa, E. (2013: 143) mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah tujuan tertentu.
  5. Maslow (1970), dalam Mulyasa, E. (2013: 144) mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorong dari dalam yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu atau berusaha untuk memenuhi kebutuhannya.
    Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa, motivasi adalah suatu tekanan atau dorongan dari dalam diri (psikologis) seseorang, karena adanya rangsangan tertentu dalam rangka untuk melakukan sesuatu tindakan untuk memenuhi tujuan yang ingin dicapai. Atau dengan kata lain dapat pula dikatakan bahwa motivasi adalah hal dari dalam diri individu yang menjadi penyebab dari individu tersebut melakukan sesuatu.
    Untuk lebih realistis dan lebih dipahami dalam konteks pengelolaan organisasi, maka berikut akan dikemukakan beberapa pengertian motivasi menurut pada ahli, sebagai berikut:
  1. Siagian mengemukakan bahwa yang dimaksud motivasi adalah adanya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggunakan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan tenaga dan waktu untuk menggunakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya serta menunaikan kewajibannya dalam rangka mencapai tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya (Makawimbang, J,H., 2012: 177).
  2. Sedangkan Stephen R Robins seperti dikutip Makawimbang, J,H., (2012: 177) berpendapat bahwa motivasi merupakan kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individual.
  3. Bittle seperti dikutip Makawimbang, J,H., (2012: 178) mengemukakan bahwa motivasi adalah proses yang menyebabkan seseorang berperilaku dengan cara tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan yang sangat individual
    Lebih lanjut seperti dikutip Mulyasa, E. (2013: 144), Owen, Cs. (1981) menyatakan bahwa ada dua jenis motivasi yaitu motivasi intrinsik, dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang datang dari dalam diri seseorang, misalnya tenaga pendidikan melakukan sesuatu kegiatan karena ingin menguasai suatu ketrampilan tertentu yang dipandang akan berguna dalam pekerjaannya. Motivasi ekstrinsik berasal dari lingkungan di luar diri seseorang, misalnya tenaga kependidikan bekerja karena ingin mendapat pujian atau ingin mendapat hadiah dari pemimpinnya.

B.    UNSUR-UNSUR MOTIVASI.
Stephen P Robbin (1996:198) mendefinisikan motivasi : kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual”.
Berdasarkan definisi motivasi dari Stephen P Robbin (1996:198), maka motivasi memiliki tiga unsur kunci, yaitu upaya/ effort, tujuan organisasi/ organizational goals, dan kebutuhan/ need. (http://nathaliatholense.blogspot.co.id/ 2010/11/3-unsur-dalam-motivasi.html)
1.    Unsur effort, merupakan ukuran intensitas, bila seseorang termotivasi, maka ia akan mencoba sekuat tenaga untuk mendapatkan apa yang dinginkannya. Upaya yang tinggi dan pekerjaan disalurkan pada arah yang benar dan bermanfaat akan membawa pada hasil kierja yang tinggi dan menguntungkan bagi perusahaan.dengan mempertimbangkan kualitas dan upaya (effort) maupun intensitasnya, dan konsisten dengan arah dan tujuan organisasi (organizational goals) maka motivasi menjadi sangat penting posisinya sebagai sebuah proses pemenuhan kebutuhan.
2.    Sedangkan kebutuhan (needs) adalah suatu keadaan internal yang menyebabkan hasil hasil tertentu tampak menarik. Suatu kebutuhan yang tak terpuaskan akan menciptakan tegangan tegangan yang merangsang dorongan didalam diri tiap individu. Dorongan ini menimbulkan suatu prilaku pencarian untuk menemukan tujuan tujuan tertentu yang jika tercapai kebutuhan tersebut, maka akan terjadi pengurangan tegangan.
3.    Pegawai yang termotivasi berada dalam kondisi tegang,untuk mengendurkan tegangan ini,mereka mengeluarkan upaya. Makin besar tegangan, makin tinggi tingkat upaya itu. Jika upaya ini berhasil menghantar pada pemenuhan kebutuhan tersebut, maka tegangan akan dikurangi. Karena proses motivasi ini kepentingannya dengan prilaku kerja, maka pengurangan tegangan harus diarahkan pada tujuan tujuan organisasi dan motivasi menjadi persyaratan bahwa kebutuhan individu itu sesuai (compatible) dan konsisten dengan tujuan organisasi.
Adapun menurut arif akbar muhamad pada Agustus 1, 2011 (https://arifakbarmuhamad.wordpress.com/2011/08/01/unsur-unsur-dan-tipe-motivasi/) Motivasi diartikan sebagai stiap kekuatan yang muncul dari diri individu untuk mencapai tujuian tertentu di lingkungan dunia kerja.
Adapun Unsur-unsur motivasi diantaranya adalah :
1.    Tujuan
Manusia adalah makhluk bertujuan, meskipun tidak ada manusia yang mempunyai tujuan yang benar-benar sama di dalam mengarungi hidup, de4mikian juga organisasi, pasti mempunyai tujuan. Idealnya semua manusia organisasional memiliki motivasi yang tinggi. Manusia organisasional yang memiliki motivasi tinggi sadar bahwaantara tujuan dirinya dengan tujuan organisasi sama sekali tidak terpisahkan walaupun terpisahkan tidak terlalu senjang.
2.     Kekuatan Dari Dalam Diri Manusia
Manusia adalah insane yang memiliki energi, apakah itu energi fisik, otak, mental, maupun spiritual. Energi-energi tersebut berakumulasi dan menjelma daklam bentuk dorongan batin untuk mendorong seseorang melakukan sesuatu tugas secara tepat waktu. Manusia organisasional bekerja di dalam organisasi semata-mata karena terpanggil untuk berbuat tanpa mengingkari ada maksud-maksud yang ingin dicapai dalam pekerjaan, seperti gaji dan mengisi waktu luang.
3.    Keuntungan
Bahwa manusia manusia bekerja ingin mendapatkan keuntungan, pemikiran ini sangat manusiawi. Meski harus dihindari pemikiran seperti ini yang hanya ingin bekerja manakala ada keuntungna langsung di peroleh. Keuntungan ini akan menjadi sumber bahayabagi manusia organisasional. Manusia organisasional adalah makhluk normal yang taraf pengabdiannya tinggi sekalipun, dalam proses kerja tidak terlepas dari adanya hasrat ingin meraih sesuatu. Kebijakan manajemen yang bermutu merupakan kunci utama bagi organisasi manusia yang ingin mencapai tujuan hidup. Adapun salah satu ciri manajemen yang baik adalah adanya perencanaan yang baik yang disusun sesuai dengan potensi pendukung untuk mencapai tujuan yang dicapai. Manajer dalam pelaksanaan tugasnya tidak berdiri sendiri, akan tetapi terikat dengan pengikut-pengikutnya.

C.    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI
Motivasi sebagai proses batiniah atau proses fisikologis pada seseorang selain dipengaruhi oleh faktor-faktor ekstern (faktor sosial), juga dipengaruhi oleh faktor interen (faktor bawaan) yang melekat pada diri seseorang seperti pembawaan, tingkat pendidikan, pengalaman, masa lampau, penghargaan masa depan. Ada yang berpendapat antara lain:”motivasi dipengaruhi oleh faktor kerjanya (pemimpin dan bawahan) (Makawimbang, J.H., 2012: 183).
Selanjutnya Prasetya Ferilian (2011: http://prasetyaferilian.blogspot.co. id/2011/11/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html) menjelaskan lebih rinci tentang faktor-faktor yang mempegaruhi motivasi, sebagai berikut:
  1. Faktor Ekstern, meliputi: Lingkungan kerja, Pemimpin dan kepemimpinannya,    Tuntutan perkembangan organisasi atau tugas, dan Dorongan atau bimbingan atasan
  2. Faktor Intern, meliputi: Pembawaan individu, Tingkat pendidikan, Pengalaman masa lampau, dan Keinginan atau harapan masa depan
Kemudian Dirgagunarsa, seperti dikutip Makawimbang, J.H., (2012: 183-184) bahwa unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi dapat dilihat dari dua sisi, yaitu unsur-unsur yang berpengaruh dari pimpinan, antara lain: (1) kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan, (2) persyaratan kerja yang perlu dipenuhi oleh para bawahan, (3) tersedianya seperangkat alat-alat yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan, (4) gaya kepemimpinan atasan terhadap bawahan. Sisi yang lain adalah unsur-unsur yang berpengaruh dari bawahan terhadap motivasi antara lain: (1) Kemampuan bekerja, (2) semangat atau moral kerja, (3) rasa kebersamaan dalam kehidupan kelompok, (4) prestasi dan produktifitas pekerja.
Sumber lain mengungkapkan, bahwa didalam motivasi itu terdapat suatu rangkaian interaksi antar berbagai faktor. Berbagai faktor yang dimaksud meliputi :
  1. Individu dengan segala unsur-unsurnya : kemampuan dan ketrampilan, kebiasaan, sikap dan sistem nilai yang dianut, pengalaman traumatis, latar belakang kehidupan sosial budaya, tingkat kedewasaan, dsb.
  2. Situasi dimana individu bekerja akan menimbulkan berbagai rangsangan: persepsi individu terhadap kerja, harapan dan cita-cita dalam keja itu sendiri, persepsi bagaimana kecakapannya terhadap kerja, kemungkinan timbulnya perasaan cemas, perasaan bahagia yang disebabkan oleh pekerjaan.
  3. Proses penyesuaian yang harus dilakukan oleh masing-masing individu terhadap pelaksanaan pekerjaannya.
  4. Pengaruh yang datang dari berbagai pihak : pengaruh dari sesama rekan, kehidupan kelompok maupun tuntutan atau keinginan kepentingan keluarga, pengaruh dari berbagai hubungan di luar pekerjaan
  5. Reaksi yang timbul terhadap pengaruh individu
  6. Perilaku atas perbuatan yang ditampilkan oleh individu
  7. Timbulnya persepsi dan bangkitnya kebutuhan baru, cita-cita dan tujuan

Dari beberapa pendapat di atas dapat simpulkan secara umum bahwa motivasi kerja seseorang (misalnya seorang guru) dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor dari dalam diri pribadi eksternal) dan faktor dari luar diri pribadi (eksternal). Adapun faktor internal, meliputi antara lain yaitu potensi yang ada pada diri individu; kerrampilan, masa lalu, pengalaman kerja, cara bersosialisasi, cara menanggapi masalah, harapan akan masa depan,  penampilan diri, konsep diri, keinginan-keinginan, dan lain-lain yang dapat mempengaruhi psikologi pribadi. Sedangkan faktor luar (eksternal) yang mempengaruhi motivasi kerja adalah lingkungan yang ada diluar diri pribadi yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi psikologi individu. Secara umum faktor eksternal itu adalah faktor lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Faktor sosial, misalnya: pimpinan dan rekan kerja, sedangkan faktor lingkungan fisik, misalnya: sarana fisik tempat kerja, kelengkapan alat-alat untuk bekerja, dan lain-lain.

D.    TIPE-TIPE MOTIVASI
        Motivasi merupakan fenomena hidup yang banyak corak dan ragamnya. Secara umum motivasi dapat di klasifikasikan menjadi empat jenis. Diantaranya adalah : (https://arifakbarmuhamad.wordpress.com/2011/08/01/unsur-unsur-dan-tipe-motivasi/)
1.    Motivasi Positif
“ Bekerjalah dengan baik !!! Kalau nanti target keuntungan tercapai, Anda akan di beri bonus !! Demikian pernyataan manajer terhadap bawahannya supaya bekerja dengan baik.. “ Dari kutipan manajer tersebut dapat di simpulkan bahwa motivasi positif adalah Suatu usaha untuk membangkitkan motif dan di arahkan pada usaha untuk mempengaruhi seseorang agar bekerja dengan baik dan antusias dengan cara memberikan keuntungan kepadanya.
Jenis-jenis motivasi positif antara lain :
•    Imbalan yang menarik
•    Informasi tentang pekerjaan
•    Kedudukan atau jabatan
•    Perhatian atasan terhadap bawahan
•    Kondisi kerja
•    Rasa partisipasi
•    Dianggap penting
•    Pemberian tugas dan tanggung jawabnya
•    Pemberian kesempatan untuk tumbuh dan berkembang
2.    Motivasi negative
“ Siapa saja yang sering terlambat datang atau sering membolos akan di potong gajinya, dan jangan berharap Anda akan di promosikan. “. Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi negative adalah motivasi yang bersumber dari rasa takut. Motivasi yang berlebihan akan membuat organisasi tidak mampu mencapai tujuan.
3.    Motivasi dari dalam
“ Saya bekerja karena terpanggil untuk itu !! Ada atau tidak ada pimpinan ditempat, saya akan tetap akan bekerja, sesuai dengan target dan tanggung jawab saya !!. Statemen itu mencerminkan kuatnya motivasi dari dalam yang terkandung pada diri karyawan. Jadi motivasi dari dalam adalah motivasi yang berdasarkan kesadaran seseorang dalam bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. Dengan demikian berarti juga bahwa kesenangan pekerja muncul pada waktu dia bekerja dan dia sendiri menyukai pekerjaan itu. Baginya berbuat adalah suatu kewajiban, paksaan, imbalan yang bersifat ekternal lainnya memang penting, akan tetapi tidaklah lebih penting ketimbang aspek-aspek nirmaterial.
4.    Motivasi dari luar
Motivasi dari luar adalah motivasi yang muncul sebagai akibat adanya pengaruh yang ada di luar pekerjaan dan dari luar diri pekerja. Biasanya motivasi ini semata-mata di dorong oleh adanya sesuatu yang ingin di capai dan bersumber dari factor-faktor di luar subjek.

E.    TEORI-TEORI MOTIVASI
1.    Teori X dan teori Y (McGregor).
Teori X dan Teori Y adalah teori motivasi manusia diciptakan dan dikembangkan oleh Douglas McGregor di Sloan School of Management MIT pada tahun 1960 yang telah digunakan dalam manajemen sumber daya manusia, perilaku organisasi, komunikasi organisasi dan pengembangan organisasi. (https://id.wikipedia.org/wiki/ Teori_X_dan_teori_Y)
Selanjutnya Mulyasa, E., (2013: 148-149) menjelaskan bahwa, menurut McGregor ciri-ciri organisasi tradisional pada dasarnya bertolak dari asumsi mengenai sifat dan motivasi manusia. Menurut McGregor teori X menganggap sebagian besar manusia lebih suka diperintah serta tidak tertarik akan rasa tanggung jawab, dan masih bersifat anak-anak. Orang-orang yang tergolong dalam teori X, pada hakekatnya tidak menyukai bekerja, berkemampuan kecil untuk mengatasi masalah-masalah organisasi, hanya membutuhkan motivasi fisiologis saja, oleh karena itu perlu diawasi secara ketat. Diakui teori X ada kelemahannya, maka McGregor memberikan alternatif yaitu teori Y. Teori Y adalah sebaliknya, manusia itu suka bekerja, dapat mengontrol diri  sendiri, mempunyai kemampuan untuk berkreatifitas. Oleh karena itu orang semacam ini tidak perlu diawasi (Mulyasa, E., 2013: 148-149).
Selanjutnya teori X dan Y ini mengemukakan strategi kepemimpinan efektif dengan menggunakan konsep manajemen partisipasi. Konsep terkenal dengan menggunakan asumsi-asumsi sifat dasar manusia. Pemimpin yang menyukai teori X cenderung menyukai gaya kepemimpinan otoriter dan sebaliknya, seorang pemimpin yang menyukai teori Y lebih menyukai gaya kepemimpinan demokratik. Untuk kriteria karyawan yang memiliki tipe teori X adalah karyawan dengan sifat yang tidak akan bekerja tanpa perintah, sebaliknya karyawan yang memiliki tipe teori Y akan bekerja dengan sendirinya tanpa perintah atau pengawasan dari atasannya. Tipe Y ini adalah tipe yang sudah menyadari tugas dan tanggung jawab pekerjaannya (https://id.wikipedia.org/wiki/ Teori_X_dan_teori_Y).
2.    Teori Motivasi Dua Faktor (Herzberg).
Menurut Makawimbang, J.H., (2012: 180), menjelaskan bahwa teori ini dikembangkan oleh Hezberg. Menurut Hezberg bahwa motivasi diberikan jika digunakan motivator yang berfungsi. Teori ini disebut juga teori penelitian motivasi dimana ada dua macam situasi yang berpengaruh terhadap semua individu yaitu kelompok satisfiers atau motivation dan kelompok dissatisfies atau hygiene factors. Satisfiers adalah situasi atau faktor-faktor yang merupakan kepuasan kerja sedangkan dissatisfies adalah faktor-faktor yang menjadi number ketidakpuasan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
  • Faktor Higiene:  Gaji,  Kondisi, Kerja Kebijakan, Perusahaan, Penyeliaan  dan Kelompok Kerja.
  • Motivator: Kemajuan, Perkembangan, Tanggung jawab, Prestasi dan Pekerjaan itu sendiri.
    Selanjutnya Mulyasa E., (2013: 147-148), menjelaskan bahwa menurut Hezberg ada dua faktor penting yang mempengaruhi produktifitas kerja seseorang yakni, faktor hygiene (lingkungan) dan faktor motivator (pekerjaan itu sendiri). Faktor hygiene sebenarnya bersifat prefentif dan memperhitungkan lingkungan yang berhubungan dengan kerja. Faktor ini hampir sama dengan kebutuhan-kebutuhan terrendah dari hirarki Maslow. Faktor hygiene  bersifat preventif terhadap  ketidakpuasan dan rendahnya motivasi tenaga kependidikan dalam bekerja. Adapun faktor yang dapat memotivasi tenaga kependidikan adalah yang disebut dengan faktor motivator. Faktor motivator yang dikemukakan oleh Herzberg hampir sama dengan kebutuhan tertinggi dari hirarki kebutuhan Maslow.
Selanjutnya penjelasan lain mengatakan bahwa, Frederick Herzberg menyatakan bahwa ada faktor-faktor tertentu di tempat kerja yang menyebabkan kepuasan kerja, sementara pada bagian lain ada pula faktor lain yang menyebabkan ketidakpuasan. Dengan kata lain kepuasan dan ketidakpuasan kerja berhubungan satu sama lain.Faktor-faktor tertentu di tempat kerja tersebut oleh Frederick Herzberg diidentifikasi sebagai hygiene factors (faktor kesehatan) dan motivation factors (faktor pemuas) (http://saptini.weblog.esaunggul.ac.id /2013/12/24/teori-2-faktor-herzberg/ )
1.    Hygiene Factors
Hygiene factors (faktor kesehatan) adalah faktor pekerjaan yang penting untuk adanya motivasi di tempat kerja. Faktor ini tidak mengarah pada kepuasan positif untuk jangka panjang. Tetapi jika faktor-faktor ini tidak hadir, maka muncul ketidakpuasan. Faktor ini adalah faktor ekstrinsik untuk bekerja. Faktor higienis juga disebut sebagai dissatisfiers atau faktor pemeliharaan yang diperlukan untuk menghindari ketidakpuasan. Hygiene factors (faktor kesehatan) adalah gambaran kebutuhan fisiologis individu yang diharapkan untuk dipenuhi. Hygiene factors (faktor kesehatan) meliputi gaji, kehidupan pribadi, kualitas supervisi, kondisi kerja, jaminan kerja, hubungan antar pribadi, kebijaksanaan dan administrasi perusahaan.
Menurut Herzberg faktor hygienis/extrinsic factor tidak akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge, 1995 : 139).
2.    Motivation Factors
Faktor motivasi harus menghasilkan kepuasan positif. Faktor-faktor yang melekat dalam pekerjaan dan memotivasi karyawan untuk sebuah kinerja yang unggul disebut sebagai faktor pemuas. Karyawan hanya menemukan faktor-faktor intrinsik yang berharga pada motivation factors (faktor pemuas). Para motivator melambangkan kebutuhan psikologis yang dirasakan sebagai manfaat tambahan. Faktor motivasi dikaitkan dengan isi pekerjaan mencakup keberhasilan, pengakuan, pekerjaan yang menantang, peningkatan dan pertumbuhan dalam pekerjaan.
Faktor motivation/intrinsic factor merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygienis) (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999 : 13). Adapun yang merupakan faktor motivasi menurut Herzberg adalah: pekerjaan itu sendiri (the work it self), prestasi yang diraih (achievement), peluang untuk maju (advancement), pengakuan orang lain (ricognition), tanggung jawab (responsible). Berdasarkan teori Herzberg di atas, secara umum factor hygienis seperti gaji dan hubungan rekan kerja mendukung karyawan untuk bertahan di tempat bekerja. Gaji hanya hanya akan menghasilkan motivasi jangka pendek. Tetapi tidak di dukung factor motivasi seperti pengangkatan karyawan tetap. Sehingga menyebabkan penurunan motivasi karyawan dalam bekerja.
3.    Teori Tiga Kebutuhan (McClelland).
Teori tiga kebutuhan dikemukakan oleh McClelland. Menurut McClelland yang dikutip oleh kertonegoro bahwa ada tiga motif utama manusia dalam bekerja, yaitu: (1) Kebutuhan untuk mencapai basil (need for achievemen/n-ach) merupakan dorongan untuk berhasil mencapai tujuan. (2) Kebutuhan akan kekuasaan  (need for power /n-pow) merupakan kebutuhan untuk membuat pihak lain berperilaku sesuai dengan kehendaknya. (3) Kebutuhan untuk aplikasi (needs of afiliation/naff) merupakan keinginan akan hubungan persahabatan dan antar pribadi (Makawimbang, J.H., 2012: 181).
Dari teori  di atas,  Makawimbang, J.H., (2012: 181) menyimpulkan bahwa manusia pada hakikatnya mempunyai kemampuan untuk berprestasi di atas kemampuan orang lain. Seseorang dianggap mempunyai motivasi untuk berprestasi jika mempunyai keinginan untuk melakukan sesuatu karya yang berprestasi lebih baik dari prestasi karya orang lain.
Selanjutnya dijelaskan pula (http://kuliahkomunikasi.blogspot.co.id/2008/11/ teori-motivasi-mcclelland-teori-dua.html) bahwa teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi (achiefment), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi. Model motivasi ini ditemukan diberbagai lini organisasi, baik staf maupun manajer. Beberapa karyawan memiliki karakter yang merupakan perpaduan dari model motivasi tersebut.
A. Kebutuhan akan prestasi (n-ACH)
Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah. n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi , karena itu karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.
B. Kebutuhan akan kekuasaan (n-pow)
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan. n-pow adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk peningkatan status dan prestise pribadi.
C. Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat (n-affil)
Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi. McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi.  Karakteristik dan sikap motivasi prestasi ala Mcclelland: a). Pencapaian adalah lebih penting daripada materi. b). Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi yang lebih besar daripada menerima pujian atau pengakuan. c). Umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran sukses  (umpan balik yang diandalkan, kuantitatif dan faktual).

F.    PERAN KEPALA SEKOLAH SEBAGAI MOTIVATOR GURU
Dari segi manajemen, kepala sekolah sebagai pimpinan memiliki fungsi sebagai manajer, yang menurut  Siagian seperti dikutip Adang (2014: 24) yaitu berfungsi  sebagai planning, orhanizing, motivating, controlling, dan budgeting.
    Jadi salah satu fungsi kepala sekolah selaku manajer, adalah mampu memberikan motivasi kepada seluruh komponen organisasi agar dapat bekerja secara maksimal untuk mencapai tujuan organisasi.
        Lebih lanjut Adang (2014: 27) menjelaskan bahwa pelaksanaan fungsi motivasi sangat penting dalam menjalankan roda organisasi. Motivasi merupakan dorongan untuk berbuat, untuk menjalankan program, dan untuk bangkit dari keterpurukan. Motivasi yang kuat dalam menjalankan suatu program merupakan modal dalam mencapai keberhasilan suatu program. Seorang manajer harus mampu memberikan motivasi kepada anggotanya agar memiliki semangat kerja dalam mencapai keberhasilan. Pemberian motivasi kepada anggota  tidak hanya dalam bentuk menyemangat spirit kerja dengan kata-kata, tetapi jauh lebih besar adalah  menyediakan atau menciptakan kebutuhan-kebutuhan atau alat-alat yang memuaskan anggota sehingga pelaksanaan kegiatan organisasi dapat dilakukan  secara maksimal. Dalam memotivasi anggota, seorang manajer dituntut untuk mengetahui kebutuhan anggota secara fundamental.
Berdasarkan Teori Motivasi Douglas McGregor menjelaskan bahwa pemimpin yang menyukai teori X cenderung menyukai gaya kepemimpinan otoriter dan sebaliknya, seorang pemimpin yang menyukai teori Y lebih menyukai gaya kepemimpinan demokratik. Untuk kriteria karyawan yang memiliki tipe teori X adalah karyawan dengan sifat yang tidak akan bekerja tanpa perintah, sebaliknya karyawan yang memiliki tipe teori Y akan bekerja dengan sendirinya tanpa perintah atau pengawasan dari atasannya. Tipe Y ini adalah tipe yang sudah menyadari tugas dan tanggung jawab pekerjaannya (https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_X_ dan_teori_Y). Berdasarka teori  McGregor ini, seorang kepala sekolah terlebih dahulu harus mengidentifikasi mana kelompok tenaga kependidikan yang masuk dalam kelompok X dan mana tenaga kependidikan yang termasuk dalam kelompok Y. Kedua kelompok ini harus diperlakukan berbeda dalam memotivasi kinerjanya. Tenaga kependidikan kelompok X, harus lebih intensif didampingin, diarahkan, dan dievaluasi kinerjanya, sembari diberikan motivasi yang sesuai misalnya diberi hadiah atau diberi hukuman bagi yang kinerjanya dibawah standar. Sementara itu bagi tenaga kependidikan yang termasuk kelompok Y, tidak perlu di awasi secara intensif, mungkin yang perlu diperhatikan adalah kenyamanan tempat kerja, efektifitas peralatan kerja, serta secepat mungkin di tanggapi jika ada keluhan tentang hal-hal yang menghambat pekerjaannya. Selain itu kepala sekolah harus memperhatikan tugas tambahan yang akan diberikan kepada tenaga kependidikan kelompok X dan kelompok Y.
        Berdasarkan teori  motivasi  sebagaimana diuraikan di atas, Mulyasa, E. (2013: 149-150) terdapat beberapa prinsip yang dapat diterapkan untuk memotivasi tenaga kependidikan (guru) agar mau dan mampu meningkatkan kinerjanya, diantaranya:
  1. Tenaga kependidikan akan bekerja lebih giat  apabila kegiatannya yang dilakukannya menarik, dan menyenangkan.
  2. Tujuan kegiatan harus disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada tenaga kependidikan sehingga mengetahui tujuan dia bekerja. Tenaga kependidikan juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut.
  3. Para tenaga kependidikan harus selalu diberitahu tentang hasil dari setiap pekerjaannya.
  4. Pemberian hadiah lebih baik daripada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan.
  5. Manfaatkan sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu tenaga kependidikan.
  6. Usahakan untuk memperhatikan perbedaan individual tenaga kependidikan, misalnya perbedaan kemampuan, latar belakang dan sikap mereka terhadap pekerjaannya.
  7. Usahakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kependidikan dengan jalan memperhatikan kondisi fisiknya, memberikan rasa aman,  menunjukkan bahwa pemimpin memperhatikan mereka, mengatur pengalaman  sedemikian rupa sehingga setiap tenaga kependidikan pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan.
Dari penjelasan diatas dapat simpulkan bahwa kepala sekolah dalam meningkatkan motivasi tenaga kependidikan (guru) di sekolah harus memahami hal-hal sebagai berikut: pastikan bahwa pekerjaan yang dilakukan menarik dan menyenangkan bagi guru, tujuan pekerjaan harus dijelaskan dan diinformasikan kepada guru, harus diberitahu hasil pekerja masing-masing guru, perlu diberi hadiah atau hukuman, manfaatkan sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu guru, perhatikan perbedaan antar individu guru, dan pastikan semua tenaga kependidikan (guru) pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan dalam pekerjaannya.

G.    KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah diuraikan di atas maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
  1. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa, motivasi adalah suatu tekanan atau dorongan dari dalam diri (psikologis) seseorang, karena adanya rangsangan tertentu dalam rangka untuk melakukan sesuatu tindakan untuk memenuhi tujuan yang ingin dicapai. Atau dengan kata lain dapat pula dikatakan bahwa motivasi adalah hal dari dalam diri individu yang menjadi penyebab dari individu tersebut melakukan sesuatu.
  2. Ada dua jenis motivasi yaitu motivasi intrinsik, dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang datang dari dalam diri seseorang, misalnya tenaga pendidikan melakukan sesuatu kegiatan karena ingin menguasai suatu ketrampilan tertentu yang dipandang akan berguna dalam pekerjaannya. Motivasi ekstrinsik berasal dari lingkungan di luar diri seseorang, misalnya tenaga kependidikan bekerja karena ingin mendapat pujian atau ingin mendapat hadiah dari pemimpinnya.
  3. Menurut McGregor teori X menganggap sebagian besar manusia lebih suka diperintah serta tidak tertarik akan rasa tanggung jawab, dan masih bersifat anak-anak. Orang-orang yang tergolong dalam teori X, pada hakekatnya tidak menyukai bekerja, berkemampuan kecil untuk mengatasi masalah-masalah organisasi, hanya membutuhkan motivasi fisiologis saja, oleh karena itu perlu diawasi secara ketat. Diakui teori X ada kelemahannya, maka McGregor memberikan alternatif yaitu teori Y. Teori Y adalah sebaliknya, manusia itu suka bekerja, dapat mengontrol diri  sendiri, mempunyai kemampuan untuk berkreatifitas. Oleh karena itu orang semacam ini tidak perlu diawasi.
  4. Menurut Hezberg ada dua faktor penting yang mempengaruhi produktifitas kerja seseorang yakni, faktor hygiene (lingkungan) dan faktor motivator (pekerjaan itu sendiri). Faktor hygiene sebenarnya bersifat prefentif dan memperhitungkan lingkungan yang berhubungan dengan kerja. Faktor ini hampir sama dengan kebutuhan-kebutuhan terrendah dari hirarki Maslow. Faktor hygiene  bersifat preventif terhadap  ketidakpuasan dan rendahnya motivasi tenaga kependidikan dalam bekerja. Adapun faktor yang dapat memotivasi tenaga kependidikan adalah yang disebut dengan faktor motivator. Faktor motivator yang dikemukakan oleh Herzberg hampir sama dengan kebutuhan tertinggi dari hirarki kebutuhan Maslow.
  5. Menurut McClelland bahwa ada tiga motif utama manusia dalam bekerja, yaitu: (1) Kebutuhan untuk mencapai basil (need for achievemen/n-ach) merupakan dorongan untuk berhasil mencapai tujuan. (2) Kebutuhan akan kekuasaan  (need for power /n-pow) merupakan kebutuhan untuk membuat pihak lain berperilaku sesuai dengan kehendaknya. (3) Kebutuhan untuk aplikasi (needs of afiliation/naff) merupakan keinginan akan hubungan persahabatan dan antar pribadi.
  6. Kepala sekolah dalam meningkatkan motivasi tenaga kependidikan di sekolah harus menerapkan: pastikan bahwa pekerjaan yang dilakukan menarik dan menyenangkan, tujuan pekerjaan harus dijelaskan dan diinformasikan kepada yang bersangkutan, harus diberitahu hasil pekerja yang bersangkutan, perlu diberi hadiah atau hukuman, manfaatkan sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu yang bersangkutan, perhatikan perbedaan antar individu, dan pastikan semua tenaga kependidikan pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan dalam pekerjaannya.


DAFTAR PUSTAKA

  1. Adang. 2014. Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah Konsep, Strategi, dan inovasi menuju sekolah efektif. Cetakan 1. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
  2. Daryanto. 2011. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pembelajaran. Cetakan 1. Yogyakarta: PENERBIT GAVA MEDIA.
  3. Makawimbang, H.J. 2012. Kepemimpinan Pendidikan yang Bermutu. Cetakan 1. Bandung: ALFABETA,cv.
  4. Mulyasa. 2013. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Cetakan keduabelas. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.
  5. http://nathaliatholense.blogspot.co.id/ 2010/11/3-unsur-dalam-motivasi.html
  6. https://arifakbarmuhamad.wordpress.com/2011/08/01/unsur-unsur-dan-tipe-motivasi/
  7. http://prasetyaferilian.blogspot.co. id/2011/11/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html
  8. https://arifakbarmuhamad.wordpress.com/2011/08/01/unsur-unsur-dan-tipe-motivasi/
  9. https://id.wikipedia.org/wiki/ Teori_X_dan_teori_Y
  10. http://saptini.weblog.esaunggul.ac.id /2013/12/24/teori-2-faktor-herzberg/
  11. http://kuliahkomunikasi.blogspot.co.id/2008/11/teori-motivasi-mcclelland-teori-dua.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar