Selasa, Juni 21, 2016

PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)



        Institusi pendidikan, mulai dari tingkat yang paling rendah sampai kepada tingkat yang paling tinggi yaitu perguruan tinggi merupakan tempat yang manjadi harapan masyarakat dan bangsa dalam rangka membina manusia Indonesia agar mampu mencetak manusia yang memiliki kometensi yang unggul dalam rangka menyongsong perubahan dan perkembangan dunia yang begitu pesat. Oleh karena itu lembaga pendidikan mau tidak mau harus mengembangkan proses pendidikan dan pembelajaran yang bermutu, yaitu proses pendidikan dan pembelajaran yang dapat meningkatkan kompetensi siswa secara efektif dan efisien. Efektif artinya bahwa bahan pelajaran yang disampaikan oleh pendidik kepada siswa pada proses pembelajaran harus benar-benar dapat membentuk konpetensi siswa sepenuhnya sesuai dengan tujuan pembelajaran. sedangkan efisien adalah bahwa proses transfer ilmu pengetahuan maupun nilai dalam proses pembelajaran harus diusahakan dengan model atau strategi yang paling cepat utuk dapat dipahami dan dikuasai oleh siswa.
Dari penjelasan di atas, menunjukkan bahwa proses belajar khususnya di dalam kelas ternyata setidaknya melibatkan tiga komponen yang saling terkait, yaitu guru, siswa, dan bahan ajar. Sementara itu dilihat dari pelaku atau subyek yang bertindak maka kegiatan belajar dilakukan oleh dua orang pelaku yaitu guru dan siswa.  Menurut Rustam (2013: 1) bahwa perilaku guru adalah mengajar dan perilaku siswa adalah belajar. Sementara itu perilaku mengajar dan perilaku belajar terkait dengan bahan pelajaran. Bahan pelajaran dapat berupa pengetahuan, nilai-nilai kesusilaan, seni, agama, sikap, dan ketrampilan. Hubungan guru, siswa dan bahan ajar bersifat dinamis dan kompleks.
        Untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran, terdapat beberapa komponen yang dapat menunjang, yaitu komponen tujuan, komponen materi, komponen strategi belajar mengajar, dan komponen evaluasi. Masing-masing komponen tersebut Sali ng terkait dan saling memengaruhi satu sama lain (Rusman, 2013: 1).
        Sudah merupakan sebuah rahasia umum bahwa salah satu penyebab rendahnya prestasi belajar siswa di lembaga pendidikan kita, khususnya pendidikan dasar dan menengah (SD, SMP, dan SMA/SMK) adalah disebabkan oleh faktor guru atau pengajar yang cenderung masih menggunakan strategi mengajar yang konvensional, yaitu pola mengajar yang tidak memperhatikan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terkini, serta tidak memperhatikan konsep dan teori-teori pendidikan yang terbaru. Hal ini terjadi diantaranya disebabkan selain para guru secara mental terpasung oleh nilai-nilai lama sehingga sulit merubah diri, juga disebabkan oleh kurangnya akses informasi yang terhadap guru tersebut. Sehingga tidak mengetahui tentang model-model pembelajaran yang terbarus dan dipakai saat ini.
        Pemilihan dan penguasaan strategi mengajar yang tepat serta penguasaan keterampilan dasar mengajar merupakan suatu alternatif dalam usaha meningkatkan mutu pengajaran yang dilakukan guru di dalam kelas. Terdapat beberapa macam keterampilan dasar mengajar yang telah dikenal, diantaranya yang menjadi perhatian penulis dalam makalah ini adalah keterampilan mengajar kooperatif model STAD (Student Team Achievement Divisions).
        Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang melatih siswa untuk bisa bekerjasama. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh para ahli adalah STAD. Inti dari STAD adalah guru menyampaikan kompetensi dan indikator yang harus dicapai kemudian para siswa
bergabung dalam kelompok untuk membagi dan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Model ini mengkondisikan siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa untuk menerima perbedaan pendapat dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Siswa belum boleh mengakhiri diskusinya sebelum mereka yakin bahwa seluruh anggota timnya menyelesaikan seluruh tugas. Apabila salah satu siswa memiliki pertanyaan, maka
teman satu kelompok diminta menjelaskannya. Jika jawaban belum diperoleh baru menanyakan jawabannya pada guru. Pada saat siswa bekerja dalam kelompok guru berkeliling untuk mengawasi dan membimbing jalannya diskusi apabila terjadi kesulitan pada siswa. Dalam proses pembelajaran kooperatif, terdapat 6 fase utama yang harus dilakukan guru dan siswa dalam proses pembelajaran (U. Nugroho dkk, 2009: 108-109)
Hasil penelitian Ni Made Sunilawati dkk (2013) mengatakan bahwa rata-rata hasil belajar matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Demikian juga hasil penelitian U. Nugroho dkk (2009: 112) bahwa Penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD berorientasi keterampilan proses dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam mata pelajaran fisika. Lebih lanjut U. Nugroho dkk., juga mengemukakan bahwa Skor rata-rata aktivitas siswa juga lebih tinggi ketika diterapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD berorientasi keterampilan proses.
        Dari penjelasana di atas menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif model STAD (student teams acievement divisions) sangat bermanfaat untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran guru di dalam kelas, dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa. walaupun hasil penelitian di atas hanya pada mata pelajaran matematika dan fisika, namun penulis yakin bahwa konsep penerapan model pembelajaran STAD juga akan dapat berperan positif pada proses pembelajaran untuk mata pelajaran yang lain. Oleh karena itu dalam tulisan ini akan menguraikan tentang konsep dari model pembelajaran STAD, langkah-langkah, serta kelebihan dan kekurangannya. Dengan harapan agar dapat lebih dipahami untuk dapat diterapkan didalam ruang kelas masing-masing guru.

A. Pengertian dan Prinsip Pembelajaran Kooperatif Model STAD.
        Sebelum memahami pengertian model STAD dalam pembelajaran kooperatif, akan lebih baik jika terlebih dahulu akan dikemukakan tentang konsep pembelajaran kooperatif itu sendiri. Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan dimana siswa harus secara individual menemukan dan mentransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu (Soejadi dalam Teti Sobari, 2006: 15) (Rusman, 2013: 201).
        Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2013: 202). Akan tetapi menurut Abdulhak (2001: 19-20 dalam Rusman, 2013: 203) bahwa tidak semua belajar kelompok dikatakan cooperative learning; bahwa “pembelajaran cooperative learning dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri.”
        Dalam pemebelajaran kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung ke arah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan ide-ide mereka, ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri (Rusman, 2013: 202).
         Strategi pembelajaran kooperative merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompok, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Terdapat empat hal pentin g dalam  strategi pembelajaran kooperatif, yakni: (1) adanya peserta didik dalam kelompok, (2) adanya aturan main (role) dalam kelompok, (3) adanya upaya belajar dalam kelompok, (4) adanya kompetisi yang harus dicapai oleh kelompok.
        Meskipun tidak ada satu pandangan tunggal, sebagian besar peneliti sepakat bahwa kerja kelompok  dan pembelajaran kooperatif terdiri dari para siswa bekerja sama di dalam kelompok-kelompok cukup kecil (biasanya dua hingga lima) yang bisa diikuti semua orang di dalam tugas yang jelas (Slavin, 1995 dalam Paul Eggen dan Don Kauchak, 2012: 128). Interaksi siswa-siswa  adalah ciri utama kerja kelompok dan pembelajaran kooperatif, tapi tiga elemen lain juga penting (Johnson & Johnson, 2006 dalam Paul Eggen dan Don Kauchak, 2012: 128):
• Tujuan belajar mengarahkan kegiatan-kegiatan kelompok.
• Guru meminta siswa secara pribadi bertanggung jawab atas pemahaman mereka.
• Murid saling tergantung untuk mencapai tujuan.
        Dari beberapa penjelasan di atas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah proses pembelajaran yang dilakukan dengan cara mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok kecil, yang selanjutnya diberikan tugas untuk mempelajari suatu kompetensi tertentu sehingga setiap siswa dalam kelompok bekerja bersama untuk belajar sehingga dapat menguasai kompetensi tersebut, agar dapat dipertanggungjawabkan secara kelompok maupun individu.
        Menurut Slavin (2007 dalam Rusman, 2013: 213) model STAD (Student Team Achievement Divisions) merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti. Model ini sangat mudah diadaptasi, dan digunakan dalam banyak mata pelajaran pada tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dalam STAD, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan siswa-siswa dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya semua siswa menjalani kuis perseorangan tentang materi tersebut, dan pada saat itu mereka tidak boleh saling membantu satu sama lain. Nilai-nilai hasil kuis siswa dibandingkan dengan nilai rata-rata mereka sendiri yang diperoleh sebelumnya, dan nilai-nilai itu diberi hadiah berdasarkan pada seberapa tinggi peningkatan yang bisa mereka capai atau seberapa tinggi nilai itu melampaui nilai mereka sebelumnya. STAD adalah yang paling tepat  untuk mengajarkan materi-materi pelajaran ilmu pasti, seperti perhitungan dan penerapan matematika, penggunaan bahasa dan mekanika, geografi dan ketrampilan perpetaan, dan konsep-konsep sains lainnya.
        Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif. Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai satu penghargaan bersama. Unsur-unsur dasar pembelajaran dengan model STAD yaitu siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama, siswa harus bertanggung jawab atas segala sesuatu dalam kelompoknya, dan siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif ( Slavin ,1995 dalam Ni Made Sunilawati dkk, 2013).

B. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Model STAD.
        Menurut Rusman (2013: 215-216) adapun langkah-langkah pembelajaran kooperatif model STAD adalah sebagai berikut:
   1. Penyampaian tujuan pembelajaran. 
   Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan                   memotivasi  siswa untuk belajar.
2. Pembagian kelompok.
   Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dimana setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 orang yang   memperiortaskan heterogenitas (ketragaman) kelas dalam prestasi akademik, gender/jenis kelamin, tasa atau etnik.
3. Presentasi dari guru.
   Guru menyampaikan materi pelajaran, dan pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari. Guru memotivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif. Didalam proses pembelajaran guru dibantu oleh media, demonstrasi, pertanyaan atau masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dijelaskan juga ketrampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan tang harus dilakukan serta cara-cara mengerjakannya.
4. Kegiatan belajar dalam tim (kerja tim).
   Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan masing-masing memberikan konstribusi. Selama tim bekerja, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD.
5. Kuis (evaluasi).
   Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaianterhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa diberi kursi secara individual dan tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut. Guru menetapkan skor batas penguasaan untuk setiap soal, misalnya 60, 75, 84, dan seterusnya sesuai dengan tingkat kesulitan soal.
6. Penghargaan prestasi tim.
   Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100. Selanjutnya pemberian penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Menghitung skor individu.
b. Menghitung skor kelompok.
c. Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok.
Untuk langkah yang lebih rinci, Maidiyah (1998: 7-13) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran kooperatif metode STAD adalah sebagai berikut: (http://modelpembelajarankooperatif.blogspot.co.id/2012/08/student-team-achievement-division-stad_3721.html)
a. Persiapan STAD
1. Materi
   Materi pembelajaran kooperatif metode STAD dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran secara kelompok. Sebelum menyajikan materi pembelajaran, dibuat lembar kegiatan (lembar diskusi) yang akan dipelajari kelompok kooperatif dan lembar jawaban dari lembar kegiatan tersebut.
2. Menetapkan siswa dalam kelompok
Kelompok siswa merupakan bentuk kelompok yang heterogen. Setiap kelompok beranggotakan 4-5 siswa yang terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Bila memungkinkan harus diperhitungkan juga latar belakang, ras dan sukunya. Guru tidak boleh membiarkan siswa memilih kelompoknya sendiri karena akan cenderung memilih teman yang disenangi saja. Sebagai pedoman dalam menentukan kelompok dapat diikuti petunjuk berikut (Maidiyah, 1998:7-8):
a) Merangking siswa
Merangking siswa berdasarkan hasil belajar akademiknya di dalam kelas. Gunakan informasi apa saja yang dapat digunakan untuk melakukan rangking tersebut. Salah satu informasi yang baik adalah skor tes.
b) Menentukan jumlah kelompok
Setiap kelompok sebaiknya beranggotakan 4-5 siswa.
Untuk menentukan berapa banyak kelompok yang dibentuk,
bagilah banyaknya siswa dengan empat. Jika hasil baginya tidak bulat, misalnya ada 42 siswa, berarti ada delapan kelompok yang beranggotakan empat siswa dan dua kelompok yang beranggotakan lima siswa. Dengan demikian ada sepuluh kelompok yang akan dibentuk.
c) Membagi siswa dalam kelompok
Dalam melakukan hal ini, seimbangkanlah kelompok- kelompok yang dibentuk yang terdiri dari siswa dengan tingkat hasil belajar rendah, sedang hingga hasil belajarnya tinggi sesuai dengan rangking. Dengan demikian tingkat hasil belajar rata- rata semua kelompok dalam kelas kurang lebih sama.
d) Mengisi lembar rangkuman kelompok
Isikan nama-nama siswa dalam setiap kelompok pada lembar rangkuman kelompok (format perhitungan hasil kelompok untuk pembelajaran kooperatif metode STAD).
3. Menentukan Skor Awal
Skor awal siswa dapat diambil melalui Pre Test yang dilakukan guru sebelum pembelajaran kooperatif metode STAD dimulai atau dari skor tes paling akhir yang dimiliki oleh siswa. Selain itu, skor awal dapat diambil dari nilai rapor siswa pada semester sebelumnya.
4. Kerja sama kelompok.
Sebelum memulai pembelajaran kooperatif, sebaiknya diawali dengan latihan-latihan kerja sama kelompok. Hal ini merupakan kesempatan bagi setiap kelompok untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan dan saling mengenal antar anggota kelompok.
5. Jadwal Aktivitas
STAD terdiri atas lima kegiatan pengajaran yang teratur, yaitu penyampaian materi pelajaran oleh guru, kerja kelompok, tes penghargaan kelompok dan laporan berkala kelas.
b. Mengajar
Setiap pembelajaran dalam STAD dimulai dengan presentasi kelas, yang meliputi pendahuluan, pengembangan, petunjuk praktis, aktivitas kelompok, dan kuis.
Dalam presentasi kelas, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. Pendahuluan
   a) Guru menjelaskan kepada siswa apa yang akan dipelajari dan mengapa hal itu penting untuk memunculkan rasa ingin tahu siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberi teka-teki, memunculkan masalah-masalah yang berhubungan dengan materi dalam kehidupan sehari-hari, dan sebagainya.
   b) Guru dapat menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk menentukan konsep atau untuk menimbulkan rasa senang pada pembelajaran.
2. Pengembangan
   a) Guru menentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dari pembelajaran. 
   b) Guru menekankan bahwa yang diinginkan adalah agar siswa mempelajari dan memahami makna, bukan hafalan. 
   c) Guru memeriksa pemahaman siswa sesering mungkin dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan.
   d) Guru menjelaskan mengapa jawabannya benar atau salah.
   e) Guru melanjutkan materi jika siswanya memahami pokok masalahnya.
3. Praktek terkendali.
   a) Guru menyuruh siswa mengajarkan soal-soal atau jawaban pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru.
   b) Guru memanggil siswa secara acak untuk menjawab pertanyaan atau menyelesaikan soal-soal yang diajukan oleh guru. Hal ini akan menyebabkan siswa mempersiapkan diri untuk menjawab pertanyaan atau soal-soal yang diajukan.
   c) Guru tidak perlu memberikan soal atau pertanyaan yang lama penyelesaiannya pada kegiatan ini. Sebaliknya siswa mengerjakan satu atau dua soal, dan kemudian guru memberikan umpan balik.
c. Kegiatan Kelompok
   1. Pada hari pertama kegiatan kelompok STAD, guru sebaiknya menjelaskan apa yang dimaksud bekerja dalam kelompok, yaitu:
      a) Siswa mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa teman  dalam kelompoknya telah mempelajari materi dalam lembar kegiatan yang diberikan oleh guru.
      b) Tidak seorang pun siswa selesai belajar sebelum semua anggota kelompok menguasai pelajaran.
      c) Mintalah bantuan kepada teman satu kelompok apabila seorang anggota kelompok mengalami kesulitan dalam memahami materi sebelum meminta bantuan kepada guru.
      d) Dalam satu kelompok harus saling berbicara sopan.
   2. Guru dapat mendorong siswa dengan menambahkan peraturan- peraturan lain sesuai kesepakatan bersama. Selanjutnya kegiatan yang dilakukan guru adalah:
      a) Guru meminta siswa berkelompok dengan teman sekelompoknya.
      b) Guru memberikan lembar kegiatan (lembar diskusi) beserta lembar jawabannya.
      c) Guru menyarankan siswa agar bekerja secara berpasangan atau dengan seluruh anggota kelompok tergantung pada tujuan yang dipelajarinya. Jika mereka mengerjakan soal-soal maka setiap siswa harus mengerjakan sendiri dan selanjutnya mencocokkan jawabannya dengan teman sekelompoknya. Jika ada seorang teman yang belum memahami, teman sekelompoknya bertanggung jawab untuk menjelaskan.
      d) Tekankanlah bahwa lembar kegiatan (lembar diskusi) untuk diisi dan dipelajari. Dengan demikian setiap siswa mempunyai lembar jawaban untuk diperiksa oleh teman sekelompoknya.
   3. Guru melakukan pengawasan kepada setiap kelompok selama siswa bekerja dalam kelompok. Sesekali guru mendekati kelompok untuk mendengarkan bagaimana anggota kelompok berdiskusi.
d. Kuis atau Tes
   Setelah siswa bekerja dalam kelompok selama kurang lebih dua kali penyajian, guru memberikan kuis atau tes individual. Setiap siswa menerima satu lembar kuis. Waktu yang disediakan guru untuk kuis adalah setengah sampai satu jam pelajaran. Hasil dari kuis itu kemudian diberi skor dan akan disumbangkan sebagai skor kelompok.
e. Penghargaan Kelompok
   1) Menghitung skor individu dan kelompok
      Setelah diadakan kuis, guru menghitung skor perkembangan individu dan skor kelompok berdasarkan rentang skor yang diperoleh setiap individu. Skor perkembangan ditentukan berdasarkan skor awal siswa.
   2) Menghargai hasil belajar kelompok
      Setelah guru menghitung skor perkembangan individu dan skor kelompok, guru mengumumkan kelompok yang memperoleh poin peningkatan tertinggi. Setelah itu guru memberi penghargaan kepada kelompok tersebut yang berupa sertifikat atau berupa pujian. Untuk pemberian penghargaan ini tergantung dari kreativitas guru.
f. Mengembalikan kumpulan kuis yang pertama
   Guru mengembalikan kumpulan kuis pertama kepada siswa

C. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Model STAD.
        Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh U. Nugroho dkk (2009), yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berorientasi Ketrampilan Proses” disimpulkan bahwa kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran STAD, adalah sebagai berikut:
   1. Kelebihan penerapan metode kooperatif tipe STAD berorientasi keterampilan proses adalah siswa berusaha mencari pengetahuannya sendiri dengan keterampilan proses yang dimiliki dan melatih siswa melaksanakan praktikum sehingga siswa mampu bekerja dan berdiskusi kelompok serta belajar merumuskan pengetahuan yang diperoleh sehingga pembelajaran terpusat pada siswa.
   2. Kekurangan penerapan STAD berorientasi kerampilan proses dalam meningkatkan pemahaman adalah membutuhkan peralatan laboratorium yang relatif lebih banyak. Kendala yang muncul dalam penerapan meode STAD berorientasi keterampilan proses adalah siswa belum terbiasa melakukan praktikum sehingga harus dibimbing dalam pelaksanaannya, peralatan yang jumlahnya terbatas juga menjadi kendala. Dalam kelas yang jumlah siswanya banyak maka kendala yang muncul adalah mengalami kerepotan dalam mengawasi dan membimbing pada saat melaksanakan praktikum.
        Uraian secara rinci kelebihan model ini ialah: (http://belajarpendidikanku.blogspot.co.id/2012/11/kelebihan-dan-kelemahan-model-stad.html)

   1. Setiap siswa memiliki kesempatan untuk memberikan kontribusi yang substansial kepada  kelompoknya, dan posisi anggota kelompok adalah setara Allport (dalam Slavin, 2005:103).
   2. Menggalakkan interaksi secara aktif dan positif dan kerjasama anggota kelompok menjadi lebih baik (Slavin, 2005:105) dan (Ahmadi,  2011:65).
   3. Membantu siswa untuk memperoleh hubungan pertemanan lintas rasial yang lebih banyak (Slavin, 2005:105)
   4. Melatih siswa dalam mengembangkan aspek kecakapan sosial di samping kecakapan kognitif (Isjoni, 2010:72).
   5. Peran guru juga menjadi lebih aktif dan lebih terfokus sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator (Isjoni, 2010:62).
   6. Dalam model ini, siswa memiliki dua bentuk tanggung jawab belajar. Yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar (Rusman, 2011: 203).
   7. Dalam model ini, siswa saling membelajarkan sesama siswa lainnya atau pembelajaran oleh rekan sebaya (peerteaching) yang lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru (Rusman, 2011: 204).
   8. Pengelompokan siswa secara heterogen membuat kompetisi yang terjadi di kelas menjadi lebih hidup.
   9. Prestasi dan hasil belajar yang baik bisa didapatkan oleh semua anggota kelompok.
   10.Kuis yang terdapat pada langkah pembelajaran membuat siswa lebih termotivasi.
   11.Kuis tersebut juga meningkatkan tanggung jawab individu karena nilai akhir kelompok dipengaruhi nilai kuis yang dikerjakan secara individu.
   12.Adanya penghargaan dari guru, sehingga siswa lebih termotivasi untuk aktif dalam pembelajaran.
   13.Anggota kelompok dengan prestasi dan hasil belajar rendah memiliki tanggung jawab besar agar nilai yang didapatkan tidak rendah supaya nilai kelompok baik.
   14.Rusman (2011) menambahkan keunggulan model ini yaitu, siswa memiliki dua bentuk tanggung jawab belajar. Yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar (Rusman, 2011: 203).
   15.Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya atau pembelajaran oleh rekan sebaya (peerteaching) yang lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru (Rusman, 2011: 204).
   16.Model ini dapat mengurangi sifat individualistis siswa. Belakangan ini, siswa cenderung berkompetisi secara individual, bersikap tertutup terhadap teman, kurang memberi perhatian ke teman sekelas, bergaul hanya dengan orang tertentu, ingin menang sendiri, dan sebagainya. Jika keadaan ini dibiarkan tidak mustahil akan dihasilkan warga negara yang egois, introfert (pendiam dan tertutup), kurang bergaul dalam masyarakat, acuh tak acuh dengan tetangga dan lingkungan, kurang menghargai orang lain, serta tidak mau menerima kelebihan dan kelemahan orang lain. Gejala seperti ini kiranya mulai terlihat pada masyarakat kita, sedikit-sedikit demonstrasi, main keroyokan, saling sikut dan mudah terprovokasi (Rusman, 2011: 204).
        Adapun kelemahaan pembelajaran kooperatif menurut Slavin dalam Hartati (1997 : 21) adalah sebagai berikut: (http://modelpembelajarankooperatif.blogspot.co.id/2012/08/student-team-achievement-division-stad_3721.html)
   1. Apabila guru terlena tidak mengingatkan siswa agar selalu menggunakan keterampilan-keterampilan kooperatif dalam kelompok maka dinamika kelompok akan tampak macet.
   2. Apabila jumlah kelompok tidak diperhatikan, yaitu kurang dari empat, misalnya tiga, maka seorang anggota akan cenderung menarik diri dan kurang aktif saat berdiskusi dan apabila kelompok lebih dari lima maka kemungkinan ada yang tidak mendapatkan tugas sehingga hanya membonceng dalam penyelesaian tugas.
   3. Apabila ketua kelompok tidak dapat mengatasi konflik-konflik yang timbul secara konstruktif, maka kerja kelompok akan kurang efektif.
   4. Selain di atas, kelemahan-kelemahan lain yang mungkin terjadi menurut Soewarso (1998:23) adalah bahwa pembelajaran kooperatif bukanlah obat yang paling mujarab untuk memecahkan masalah yang timbul dalam kelompok kecil, adanya suatu ketergantungan, menyebabkan siswa yang lambat berpikir tidak dapat berlatih belajar mandiri. Dan juga pembelajaran kooperatif memerlukan waktu yang lama sehingga target mencapai kurikulum tidak dapat dipenuhi, tidak dapat menerapkan materi pelajaran secara cepat, serta penilaian terhadap individu dan kelompok dan pemberian hadiah menyulitkan bagi guru untuk melaksanakannya.
        Sementara itu model STAD sebagai salah satu model pembelajaran kooperatif memiliki kelemahan, seperti yang dipaparkan di bawah ini. (http://belajarpendidikanku.blogspot.co.id/2012/11/kelebihan-dan-kelemahan-model-stad.html)
   1. Berdasarkan karakteristik STAD jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (yang hanya penyajian materi dari guru), pembelajaran menggunakan model ini membutuhkan waktu yang relatif lama, dengan memperhatikan tiga langkah STAD yang menguras waktu seperti penyajian materi dari guru, kerja kelompok dan tes individual/kuis. Penggunaan waktu yang lebih lama dapat sedikit diminimalisir dengan menyediakan lembar kegiatan siswa (LKS) sehingga siswa dapat bekerja secara efektif dan efisien. Sedangkan pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas sesuai kelompok yang ada dapat dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran tidak ada waktu yang terbuang untuk pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas.
   2. Model ini memerlukan kemampuan khusus dari guru. Guru dituntut sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator (Isjoni, 2010:62). Dengan asumsi tidak semua guru mampu menjadi fasilitator, mediator, motivator dan evaluator dengan baik. Solusi yang dapat di jalankan adalah meningkatkan mutu guru oleh pemerintah seperti mengadakan kegiatan-kegiatan akademik yang bersifat wajib dan tidak membebankan biaya kepada guru serta melakukan pengawasan rutin secara insindental.
 
D. Kesimpulan.
        Berdasarkan uraian tentang konsep pembelajaran kooperatif model Student Team Achievement Divisionn (STAD) di atas, dan dengan berpatokan pada tujuan penulisan makalah ini maka dapat diuraikan beberapa kesimpulan di bawah ini:
   1. Pembelajaran kooperatif adalah proses pembelajaran yang dilakukan dengan cara mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok kecil, yang selanjutnya diberikan tugas untuk mempelajari suatu kompetensi tertentu sehingga setiap siswa dalam kelompok bekerja bersama untuk belajar sehingga dapat menguasai kompetensi tersebut, agar dapat dipertanggungjawabkan secara kelompok dan individu.
   2. Secara umum menurut Rusman (2013: 215-216) langkah-langkah pembelajaran kooperatif model STAD adalah sebagai berikut:
      (a) Penyampaian tujuan pembelajaran.
      (b) Pembagian kelompok.
      (c) Presentasi dari guru.
      (d) Kegiatan belajar dalam tim (kerja tim).
      (e) Kuis (evaluasi), dan
      (f) Penghargaan prestasi tim.
   3. Adapun  salah satu kelebihan penerapan metode kooperatif tipe STAD berorientasi keterampilan proses adalah siswa berusaha mencari pengetahuannya sendiri dengan keterampilan proses yang dimiliki dan melatih siswa melaksanakan praktikum sehingga siswa mampu bekerja dan berdiskusi kelompok serta belajar merumuskan pengetahuan yang diperoleh sehingga pembelajaran terpusat pada siswa.
   4. Berdasarkan karakteristik STAD jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (yang hanya penyajian materi dari guru), pembelajaran menggunakan model ini membutuhkan waktu yang relatif lama, dengan memperhatikan tiga langkah STAD yang menguras waktu seperti penyajian materi dari guru, kerja kelompok dan tes individual/kuis.


DAFTAR PUSTAKA
  1. Eggen, Paul dan Kauchak, Don. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran; Mengajarkan Konten dan Ketrampilan Berfikir, Edisi 6. Cetakan 1. Jakarta: PT. Indeks Permata Puri Media.
  2. Rusman. 2013. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Cetakan ke-6. Jakarta: Rajawali Pers.
  3. Nugroho, U., dkk. 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berorientasi Ketrampilan Proses. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 5 (2009): 108-112. ISSN: 1693-1246 Juli 2009.
  4. Sunilawati, Ni Made dkk. 2013. Pengaruh Model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Kemampuan Numerik Siswa Kelas IV SD. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013).
  5. (http://modelpembelajarankooperatif.blogspot.co.id/2012/08/student-team-achievement-division-stad_3721.html)
  6. (http://belajarpendidikanku.blogspot.co.id/2012/11/kelebihan-dan-kelemahan-model-stad.html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar