Selasa, Juni 21, 2016

Manajemen Kurikulum


         Pengelolaan pendidikan di Indonesia mengalami pasang surut, seiring dengan berbagai perubahan situasi politik yang terjadi dalam beberapa dekade waktu terakhir ini. Terlebih setelah proses reformasi pada tahun 1998, yang ditandai dengan berakhirnya masa kekuasaan “Orde Baru”. Kekuasaan pemerintah Orde Baru yang dipersepsikan mempraktekkan pola kekuasaan negara yang dijalankan secara “sentralistik” yang penuh dengan praktek-praktek “KKN” (korupsi, kolusi dan Nepotisme), tanpa meperhatikan kepentingan-kepentingan daerah dan wilayah tersebut sangat berimbas pada kebijakan pendidikan di Indonesia. Pola-pola pengaturan proses pendidikan selalu dikontrol secara ketat dari pusat, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada proses evaluasi dan penilaian pendidikan, dan ini sangat dirasakan sangat merugikan perkembangan sistim pendidikan kita. 
        Setelah reformasi, maka dimunculkanlah kesadaran baru untuk mengelola pemerintahan dari yang bersifat “sentralistikt” kepada pola-pola pengelolaan pemerintahan yang bersifat “desentralistik”, dimana tidak semua urusan pengelolaan pemerintahan harus ditetapkan dan diatur secara terpusat, akan tetapi secara betahap diberikan kebebasan pengelolaannya kepada pemerintah daerah dan masyarakat. Imbas dari arus reformasi ini maka lahirlah Undang-Undang Otonomi Daerah, yaitu Undang-undang No. 22 tahun 1999, dan Undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Undang-undang ini membawa konsekuensi terhadap bidang-bidang kewenangan daerah sehingga lebih otonom atau mandiri, termasuk di bidang pendidikan.
        Khusus didalam bidang pendidikan sendiri hasil reformasi 1998, secara politis telah melahirkan Undang-undang tentang Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang baru, yaitu Undang-undang No. 20 tahun 2005. Dimana salah satu muatan yang ada dalam Undang-undang ini adalah merespon isi dari Undang-Undang otonomi daerah, yaitu adanya pola pengaturan urusan pendidikan, yang dilakukan secara desentralisasi. Bahkan sekolah sebagai gerbang paling bawah dalam mengelola sistim pendidikan diberi wewenang untuk mengatur “rumah tangga” sekolah secara mandiri, yang dikenal dengan istilah “manajemen berbasis sekolah” yang disingkat MBS.
        Dari penjelasan di atas, menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia menyadari bahwa untuk membangun masyarakat dalam rangka mencapai manusia Indonesia yang berkualitas, mutlak diperlukan sistim pendidikan yang berkualitas. Menurut Mulyasa (2007: 4), ini disadari karena pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa, dan merupakan wahana da;lam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi sderta sarana dalam membangun watak bangsa. Masyarakat yang cerdas akan memberi nuansa kehidupan yang cerdas pula, dan secara progresif akan membentuk kemandirian. Masyarakat bangsa yang demikian merupakan investasi besar untuk berjuang keluar dari krisis dan menghadapi dunia global.
        Dalam rangka menciptakan suatu pola atau sistim pendidikan yang berkualitas tersebut, maka manajemen pendidikan adalah merupakan salah satu kata kunci yang perlu diperhatikan secara serius. Karena sistim pendidikan yang dikelola dengan manajemen yang tidak tepat akan menghasilkan kegagalan, dan ini akan menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat sebagai pelanggan utama lembaga pendidikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Husaini Usman (2009: 13) bahwa 80% masalah mutu pendidikan disebabkan oleh manajemennya, sehingga dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan maka diperlukan penerapan manajemen pendidikan yang baik di lemabaga-lembaga pendidikan.
        Manajemen pendidikan adalah manajemen yang diterapkan dalam pengembangan pendidikan  yang dilakukan melalaui proses kerja sama yang sistematik, sistemik, dan komprehensif dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian dalam mencapai tujuan pendidikan. Menurut Muhaimin (2009) seperti dikutip Andang (2014: 35), mendefinisikan manajemen pendidikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
        Lebih lanjut dikatakan bahwa kegiatan manajemen menjadi kunci keberhasilan untuk mencapai  kesuksesan dalam pengelolaan pendidikan. Dengan manajemen yang baik, lembaga pendidikan dapat berhasil memenuhi tuntutan mutu pendidikan sesuai dengan standar nasional pendidikan, disamping itu manajemen yang baik juga menghasilkan lulusan yang berkualitas (Rohiat, 2009 dalam Andang, 2014: 35). Selanjutnya Husaini Usman (2009: 13) mengemukakan bahwa diantara manfaat dan tujuan manajemen pendidikan adalah:
1.    Terwujudnya suasana belajar yang proses pembelajaran PAKEMB;
2.    Terciptanya peserta didik yang aktif mengembangkan potensi dirinya;
3.    Tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efisien;
4.    Terbekalinya tenaga kependidikan dengan teori tentang proses dan tugas administrasi pendidikan.
5.    Teratasinya masalah pendidikan;
6.    Terciptanya perencanaan pendidikan yang merata, bermutu, relevan, dan akuntabel; dan
7.    Meningkatnya citra positif pendidikan.
        Menurut B. Suryosubroto (2004: 30), berdasarkan kesimpulannya dari pendapat beberapa ahli pendidikan bahwa diantara bidang-bidang garapan dari manajemen pendidikan adalah manajemen kurikulum. Demikian juga dengan Sutomo (2004) bahwa dilihat dari wujud problemanya manajemen pendidikan di sekolah, atau disebut manajemen sekolah secara substansial meliputi bidang garapan-bidang garapan diantaranya adalah bidang kurikulum dan program pengajaran.
        Secara sederhana kurikulum adalah segala sesuatu yang diprogramkan oleh sekolah yang akan diikuti oleh siswa selama proses pendidikan, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapka. Oleh karena itu memanajemani kurikulum bisa dipahami sebagai segala usaha dan kerja sama seluruh potensi dalam organisasi pendidikan mulai dari perencanaa, pelaksanaa, sampai penilaian/evaluasi sehingga kurikulum dapat dijalankan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
        Dalam bidang pendidikan kurikulum merupakan unsur penting dalam setiap bentuk dan model pendidikan manapun. Tanpa kurikulum, perencanaan pendidikan tidak akan mampu mencapai tujuan pendidikan yang diselenggarakannya. Mengingat pentingnya peran kurikulum, kurikulum perlu dipahami dengan baik oleh semua pelaksana kurikulum.
        Olehnya demikian proses manajemen kurikulum, karena merupakan suatu unsur yang sangat penting dari proses manajemen pendidikan, maka memahami dan mengenalnya, merupakan salah satu kemampuan (kompetensi dasar) yang harus dimiliki oleh setiap guru, karena guru disamping tugas pokoknya sebagai pendidik/pengajar ia juga berfungsi sebagai manajer pendidikan di sekolah.


A.    Pengertian Manajemen Kurikulum
        Manajemen kurikulum, terdiri dari dua kata yaitu kata manajemen dan kata kurikulum. Oleh karena itu sebelum memahami pengertian dari manajemen kurikulum, akan lebih baik jika kita harus memahmi terlebih dahulu tentang pengertian masing-masing dari istilah “manajemen” dan “kurikulum”.
        Dalam Ensiklopedia  American (1967), seperti dikutip Mulyasa (2015: 71) disebutkan bahwa manajemen merupakan “the art of coordinating the elemen of factorsnof production towards the achievement of the purposes of an organizations”, yaitu suatu seni untuk mengoordinasi sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Sementara itu Husaini Usman (2009: 5) mengatakan bahwa manajemen dalam arti luas adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian (P4) sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien (dalam arti luas).
        Dengan demikian adari pengertian manajemen di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan sederhana bahwa manajemen adalah suatu seni di dalam mengelola suatu organisasi yang terdiri dari serangkaian kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan  dan pengendalian seluruh sumber daya organisasi agar dapat diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi secara maksimal.
        Sementara itu dalam pengertian sempit, kurikulum adalah rencana pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa dalam rangka mencapai tingkatan tertentu. Sedangkan dalam arti luas kurikulum adalah menyangkut semua kegiatan yang dilakukan dan dialami peserta didik dalam perkembangan, baik formal maupun informal untuk mencapai tujuan pendidikan (Mulyasa, 2009: 85). Sementara itu B. Suryosubroto (2004: 32) bahwa kurikulum adalah segala pengalaman pendidikan yang diberikan oleh sekolah kepada seluruh anak didiknya, baik dilakukan dalam sekolah maupun di luar sekolah.
        Dengan demikian dapat ditarik garis merah dari pendapat di atas, bahwa kurikulum adalah suatu program yang telah direncanakan oleh sekolah untuk dilaksanakan dan diikuti oleh siswa (akan menjadi pengalaman siswa) selama mengikuti pendidikan, baik yang akan dilakukan di dalam sekolah maupun di luar sekolah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
        Selanjutnya walaupun dari pengertian dua istilah di atas telah dipahami, yaitu manajemen dan kurikulum, kita bisa saja mengambil sebuah kesimpulan tentang pengertian manajemen kurikulum. Namun sebelum itu, mari kita lihat beberapa pengertian manajemen kurikulum sebagai berikut:
  1. Menurut Sutomo (2004: 23) mengatakan bahwa manajemen kurikulum merupakan seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan sungguh-sungguh secara pembinaan secara kontinyu terhadap situasi belajar secara efektif dan efisien demi membantu tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
  2. Menurut Asep Sudarsyah dan Diding Nurdin (2009: 191), manajemen kurikulum sebagai suatu sistim pengelolaan kurikulum yang kooperatif, komprehensif, sistematik, dan sitemik dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan kurikulum. Dalam pelaksanaanya, manajemen kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan konteks Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
  3. Menurut Husaini Usman (2009:16) bahwa manajemen kurikulum dan pembelajaran adalah meliputi seluruh kegiatan dalam rangka melaksanakan kurikulum dan pembelajaran melalui tahapan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian seluruh sumber daya, untuk mencapai tujuan kurikulum yang telah ditetapkan.
        Dari definisi para ahli tersebut di atas dapat dibuat sebuah kesimpulan bahwa manajemen kurikulum adalah suatu proses kegiatan yang sengaja diusahakan untuk mengelola kurikulum yang komprehensif, kooperatif, sistemik, dan sistematik melalui tahapan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian sumberdaya organisasi, dalam usaha untuk mencapai tujuan kurikulum dan tujuan pendidikan yang telah ditetapka.

B.    Prinsip dan Fungsi Manajemen Kurikulum
       Adapun prinsip dan fungsi yang harus diperhatikan dalam melaksanakan manajemen kurikulum adalah beberapa hal sebagai berikut, yaitu: (Asep Sudarsyah dan Diding Nurdin, 2009: 192)
  • Produktivitas, hasil yang akan diperoleh dalam kegiatan kurikulum merupakan  aspek yang harus di pertimbangkan dalam manajemen kurikulum. Pertimbangan bagaimana agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar sesuai dengan tujuan kurikulum  harus menjadi sasaran dalam manajemen kurikulum.
  • Demokratisasi, pelaksanaan manajemen kurikulum harus berdasarkan pada demokrasi yang memenmpatkan pengelola, pelaksanan dan subyek didik  pada posisi yang seharusnya dalam melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab untuk mencapai tujuan kurikulum.
  • Koopertif, untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam kegiatan  manajemen kurikulum perlu adanya kerja sama yang positif dan berbagai pihak yang terlibat.
  • Efektifitas dan efisiensi, rangkaian kegiatan manajemen kurikulum harus mempertimbangkan  efektifitas dan efisiensi untuk mencapai tujuan kurikulum, sehingga kegiatan manajemen kurikulum tersebut  memberi hasil yang berguna dengan biaya, tenaga dan waktu yang relatif singkat.
  • Mengarahkan visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum, proses manajemen kurikulum harus dapat  memperkuat dan mengarahkan visi, misi dan tujuan kurikulum.
        Selain prinsip-prinsip tersebut juga perlu mempertimbangkan kebijaksanaan pemerintah maupun departemen pendidikan nasional.
        Selanjutnya ada beberapa fungsi dari manajemen kurikulum diantaranya adalah:  (Asep Sudarsyah dan Diding Nurdin, 2009: 193)
  • Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya kurikulum, pemberdayaan sumberdaya maupun komponen kurikulum dapat ditingkstksn mrlslui  pengelolaan yang terrencana dan efektif.
  • Meningkatkan keadilan (equity) dan kesempatan pada  siswa untuk mencapai hasil yang maksimal, kemampuan yang maksimal dapat dicapai peserta didik tidak hanya melalui kegiatan intrakurikuler, tetapi juga per;u melalui kegiatan ekstra dan kokurikuler yang dikelola secara integritas dalam mencapai tujuan kurikulum.
  • Meningkatkan relevansi dan efektifitas pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan sekitar peserta didik, kurikulum yang dikelola secara efektif dapat memberikan kesempatan dan hasil yang relevan dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan sekitar.
  • Meningkatkan efektifitas kinerja guru maupun aktifitas siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, dengan pengelolaan kurikulum yang profesional, efektif dan terpadu dapat memberikan motivasi pada kinerja guru maupun aktifitas siswa dalam belajar.
  • Meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses belajar mengajar, proses pembelajaran harus dipantau dalam rangka melihat konsistensi antara desain yang telah direncanakan dengan pelaksanaan pembelajaran. dengan demikian ketidaksesuaian antara desain dengan implementasi dapat dihndarkan. Disamping itu guru maupun siswa selalu termotivasi untuk melaksanakan pembelajaran yang efektif dan efisien, karena adanya dukungan kondisi positif yang diciptakan dalam kegiatan pengelolaan kurikulum.
  • Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk membantu mengembangkan kurikulum, kurikulum yang dikelola secara profesional akan melibatkan masyarakat khususnya dalam mengisi bahan ajar atau sumber belajar perlu disesuaikan dengan ciri khas dan kebutuhan pembangunan daerah setempat.

C.    Organisasi dan Komponen Kurikulum
        Organisasi kurikulum adalah pola atau bentuk penyusunan bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada murid-murid. Organisasi kurikulum sangat erat berhubungan dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai karena pola-pola yang berbeda akan mengakibatkan ini dan cara penyampaian pelajaran berneda-beda pula (Nasution, 80 dalam B. Suryosubroto, 2004: 33).
Menurut B. Suryosubroto (2004: 33) bahwa pola-pola pengorganisasian kurikulum ada tiga macam yaitu:
  1. Separated Subject Curriculum, yaitu kurikulum yang menyajikan segala bahan pelajaran dalam berbagai macam mata pelajaran (subject) yang terpisah-pisah satu sama lain, seakan-akan ada batas pemisah antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain, juga antara satu kelas dengan kelas yang lain. Dengan demikian sukar terdapat kebulatan pengetahuan pada anak. Sebagai contoh, dahulu kita pernah menyajikan mata pelajaran utuk “sekolah rakyat” 6 tahun, yang terdiri dari mata pelajaran ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu hewan, ilmu tubuh manusia, ilmu kesehatan, dan masih ada juga ilmu alam. Untuk sekarang  termasuk semuanya ke dalam IPA.
  2. Correlated Curriculum, yaitu kurikulum yang menghendaki agar mata pelajaran satu sama lain ada hubungannya, bersangkut paut (correlated) walaupun mungkin batas-batas yang satu dengan yang lain, masih dipertahankan. Pola ini menurut Nasution dianggap sebagai modifikasi dari subject curriculum yang tradisional.
  3. Integrated Curriculum, yaitu meniadakan batas-batas antar berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan. Dengan kebulatan bahan pelajaran diharapkan mampu membentuk kepribadian murid yang integral, selaras dengan kehidupan sekitarnya, apa yang diajarkan di sekolah disesuaikan dengan kehidupan sekitarnya, apa yang diajarkan di sekolah disesuaikan dengan kehidupan anak di luar sekolah (Drs. S. Nasution, 92)
        Secara singkat B. Suryosubroto mengemukakan bahwa tiga macam pengorganisasian kurikulum itu adalah kurikulum yang terpisah, kurikulum yang berkorelasi, dan kurikulum yang berintegrasi.
        Manajemen kurikulum sangat terkait dengan peraturan bahan pelajaran yang ada dalam kurikulum sehingga perlu diketahui beberapa faktor yang harus dipertimbangkan  dalam memanajeeni kurikulum, sebagai berikut: (Andang, 2014: 203-204)
  1. Ruang lingkup dan bahan pelajaran. Yang menjadi pertimbangan dalam penentuan materi pelajaran adalah adanya integrasi antara aspek masyarakat yang mencakup nilai budaya dan sosial dengan aspek siswa yang mencakup bakat, minat, dan kebutuhan. Disamping itu, penyajian bahan pelajaranpun harus sistematis sesuai dengan kurikulum.
  2. Kontinuitas kurikulum, yaitu berkaitan dengan substansi bahan pelajaran yang dipelajari siswa, supaya tidak terjadi pengulangan atau peloncatan materi yang memungkinkan munculnya kesukaran dalam memahami materi pelajaran tersebut.
  3. Keseimbangan bahan pelajaran, yaitu kesesuaian bahan pelajaran dengan perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju.
  4. Alokasi waktu, yaitu kesesuaian antara waktu yang dibutuhkan dalam kurikulum dengan jumlah materi yang disediakan. Penyusunan kelender pendidikan untuk mengetahui secara pasti jumlah jam tatap muka masi ng-masing mata pelajaran merupakan hal yang terpenting sebelum menetapkan bahan pelajaran.
  5. Komponen-komponen kurikulum.
        Kurikulum merupakan suatu sistem yang memiliki komponen-komponen tertentu. Menurut Asep Sudarsyah dan Diding Nurdin (2009: 194), sistem kurikulum dibentuk oleh empat komponen, yaitu komponen tujuan, isi kurikulum, metode dan strategi pencapaian tujuan dan komponen evaluasi. Sebagai suatu sistem setiap komponen harus saling berkaitansatu sama lain. Manakala salah satu komponen yang membentuk system kurikulum terganggu atau tidak berkaitan dengan komponen lainnya, maka sistem kurikulumpun akan terganggu pula.
Selanjutnya akan dibahas satu persatu tentang komponen-komponen kurikulum, sebagai berikut:
a.    Komponen tujuan.
Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang ingin diharapkan. Tujuan pendidikan mempunyai klasifikasi, dari tujuan yang sangat umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik, dan dapat diukur yang kemudian dinamakan kompetensi. Adapun tujuan pendidikan diklasifikasikan menjadi empat yaitu:
•    Tujuan Pendidikan Nasional (TPN).
•    Tujuan Institusional (TI).
•    Tujuan Kurikuler (TK).
•    Tujuan Instruksional atau Tujuan Pembelajaran (TP)
Tujuan Pendidikan Nasional (TPN) adalah tujuan yang bersifat paling umum  dan merupakan sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan, artinya setiap lembaga dan penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk manusia yang sesuai dengan rumusan itu, baik pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan formal, informal maupun non formal. Tujuan pendidikan umum biasanya dirumuskan dalam bentuk perilaku yang ideal sesuai dengan pandangan hidup dan filsafat suatu bangsa yang dirumuskan oleh pemerintah dalam bentuk undang-undang.
Tujuan Institusional (TI) adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan. Dengan kata lain tujuan ini dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki  oleh setiap siswa setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan program disuatu lembaga tertentu. 
Tujuan Kurikuler (TK) adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau mata pelajaran. Oleh sebab itu tujuan kurikuler dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki oleh anak didik setelah mereka menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan.
Tujuan Pembelajaran (TP) merupakan bagian dari tujuan kurikuler, dapat didefinisikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik setelah mereka mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu dalam sekali pertemuan. Karena hanya guru yang memahami kondisi di lapangan, termasuk memahami karakteristik siswa yang akan melakukan pembelajaran disuatu sekolah, maka menjabarkan tujuan pembelajaran ini adalah tugas guru.
b.    Komponen isi/materi pembelajaran.
Pada komponen isi kurikulum lebih banyak menitikberatkan pada pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam kegiatan proses pembelajaran. Isi kurikulum hendaknya memuat semua aspek yang berhubungan dengan aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap atau perilaku), dan psikomotorik (ketrampilan atau skill) yang terdapat pada isi setiap mata pelajaran yang disampaikan dalam kegiatan proses pembelajaran. Isi kurikulum dan kegiatan pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan dari semua aspek tersebut.
c.    Komponen metode.
Komponen metode ini berkaitan dengan strategi yang harus dilakukan dalam rangka mencapai tujuan. Metode yang tepat adalah metode yang sesuai dengan materi dan tujuan kurikulum yang akan dicapai dalam setiap pokok bahasan. Dalam posisi ini, guru hendaknya tidak menerapkan satu metode saja, tetapi guru dapat menerapkan berbagai metode agar proses pembelajaran berlangsung dengan menyenangkan dan mencapai sasaran yang direncanakan. Dengan demikian rencana yang sudah disusun dapat diterapkan secara optimal.
d.    Komponen evaluasi.
Evaluasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pengembangan kurikulum. Melalui evaluasi, dapat ditentukan nilai dan arti kurikulum, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah suatu kurikulum dapat dipertahankan atau tidak. Bagian-bagian mana yang harus disempurnakan. Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektifitas pencapaian tujuan. Dalam konteks kurikulum evaluasi dapat berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum, atau evaluasi digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang diterapkan. Kedua fungsi tersebut menurut Scriven (1967) dalam Asep Sudarsyah dan Diding Nurdin (2009: 196), adalah evaluasi sebagai fungsi sumatif dan evaluasi sebagai fungsi formatif.

D.    Kegiatan-Kegiatan Manajemen Kurikulum
Menurut B. Suryosubroto (2004: 42-48) bahwa kegiatan manajemen kurikulum yang terpenting ada dua hal yakni:
1.    Kegiatan yang amat erat kaitannya dengan tugas guru.
2.    Kegiatan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar.
Kegiatan yang pertama adalah kegiatan yang dilakukan sebelum proses belajar mengajar.
a.    Kegiatan yang berhubungan dengan tugas guru.
Kegiatan ini meliputi:
1)    Pembagian tugas mengajar.
Pembagian tugas mengajar biasanya dibicarakan dalam rapat guru menjelang permulaan pelaksanaan program baru (pada awal tahun ajaran atau menjelang semester baru).
2)    Pembagian tugas/tanggung jawab dalam membina ekstrakurikuler.
Yang dimaksud dengan kegiatan ekstrakurikuler ialah kegiatan diluar ketentuan kurikulum yang berlaku. Kegiatan ini misalnya Porseni, UKS, Pramuka, gerakan menabung, penyelenggaraan koperasi sekolah, olah raga prestasi, dan lain-lain.
3)    Koordinasi penyusunan persiapan mengajar.
b.    Kegiatan yang berhubungan dengan proses pelaksanaan belajar mengajar.
Kegiatan ini meliputi:
  1. Penyusunan jadwal pelajaran. Jadwal pelajaran berguna untuk mengetahui apa yang akan diajarkan pada suatu waktu dalam suatu kelas, dari sudut guru jadwal pelajaran merupakan pedoman dikelas mana ia harus mengajar pada waktu itu, dan berapa lama ia harus berada di kelas itu, untuk kemudian ia harus pindah ke kelas yang lain lagi. Jadwal pelajaran dibedakan menjadi jadwal umum dan jadwal khusus. Jadwal umum memuat pengaturan pemberian mata pelajaran pada seluruh kelas dan menunjukkan pembagian waktu mengajar bagi seluruh guru di sekolah itu, sedangkan jadwal khusus adalah kegiatan pemberian mata pelajaran yang hanya berlaku bagi satu kelas tertentu dan hari tertentu.
  2. Penyusunan program (rencana) berdasar satuan waktu tertentu (catur wulan, semester, tahunan). Dalam rangka penyusunan program, yang harus dilihat adalah urutan isi kurikulum sekolah yang bersangkutan, yang dimaksud isi di sini terutama adalah jumlah atau macam pokok bahasan atau sub pokok bahasan dari setiap bidang studi. Karena itu, penyusunan program mengajar terutama menjadi tanggung jawab bidang studi masing-masing.
  3. Pengisian daftar kemajuan murid. Daftar kemajuan kelas dapat berupa sebuah buku  yang apabila sudah diisi oleh guru yang bertugas pada kelas tertentu, maka orang lain akan mengetahui sejauh mana kemajuan jalannyapelajaran untuk kelas itu. Daftar kemajuan kelas akan memudahkan supervisi bagi kepala sekolah dalam tugasnya mengontrol perkembangan/kemajuan kelas dilihat dari kesesuaiannya dengan ketentuan kurikulum. Selain itu jika terjadi mutasi guru (penggantian guru) daftar kemajuan kelas dapat membantu memperjelas bagi guru pengganti agar pelajaran dapat berjalan terus dengan lancar.
  4. Penyelenggaraan evaluasi hasil belajar. Penilaian hasil belajar siswa merupakan salah satu kegiatan manajemen kurikulum, yang bertujuan untuk mendapatkan umpan balik (feed back) bagi guru tentang sejauh mana tujuan pengajaran telah tercapai, sehingga dapat diketahui apakah guru masih harus memperbaiki langkah-langkah yang telah ditempuh dalam kegiatan mengajar. Dan bagis siswa, agar mengetahui prestasi belajar yang telah mereka lakukan.
  5. Laporan hasil evaluasi. Hasil evaluasi belajar yang telah diolah oleh guru dalam bentuk daftar nilai atau buku raport, selanjutnya akan dilaporkan kepada: kepala sekolah dan orang tua siswa.
  6. Kegiatan bimbingan penyuluhan. Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada seseorang dalam usaha memecahkan kesukaran-kesukaran yang dialaminya, bantuan tersebut hendaknya merupakan bantuan yang dapat menyadarkan orang itu akan pribadinya sendiri sehingga dengan demikian ia sanggup memecahkan sendiri kesukaran-kesukaran yang dihadapinya (Ngalim Purwanto, 96; dalam B. Suryosubroto, 2004: 52).

E.    Pengembangan Kurikulum
Menurut Achasius Kaber (1988: 75) bahwa pengembangan kurikulum merupakan bagian yang esensial dari pada program pendidikan. Sasaran yang ingin dicapai bukanlah semata-mata memproduksi bahan pelajaran melainkan lebih untuk meningkatkan kualitas pendidikan. pengembangan kurikulum juga menyangkut banyak faktor, mempertimbangkan isu-isu mengenai kurikulum, siap yang dilibatkan, bagaimana prosesnya, apa tujuannya, kepada siapa kurikulum itu di tujukan.
Pengembangan kurikulum merupakan langkah antisipatif dalam mengimbangi berkembang pesatnya kemajuan zaman, yang ditandai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi, psikologi, sosial kemasyarakatan, politik, dan ekonomi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Oliva (1992) “Curiculum is a product of its time, cure, and respond to change by social forces, philosophy position, psychology principles, educational leadership at a moment in history”. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa kurikulum itu akan dan harus berubah sejalan dengan  perubahan yang terjadi dalam setiap bidang kehidupan. Dasar pengembangan kurikulum mengikuti perkembangan sosial, filosofi masyarakat, pandangan terhadap psikologi, dan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pendidikan (Andang, 2014: 200-201).
Dalam era desentralisai saat ini, pemerintah memberikan keleluasaan kepada pihak sekolah untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah, terutama yang terkait dengan standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Keempat standar tersebut merupakan komponen penting dari kurikulum, sedangkan empat standar yang lainnya yaitu standar pengelolaan, standar sarana, standar pendidik dan kependidikan dan standar pembiayaan merupakan standar yang sangat mendukung pencapaian empat standar yang pertama.
Kurikulum merupakan salah satu indikator yang menetukan berhasil tidaknya kinerja suatu pendidikan. oleh karena itu pengembangan kurikulum dan pembelajaran harus dikelola secara baik dan bersifat kontekstual. Oleh karena itu kepala sekolah sebagai pemimpin disekolah dalam mengembangkan kurikulum harus mengikuti prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran. Artinya, prinsip tersebut dipegang sebagai acuan agar kurikulum yang dihasilkannya memenuhi harapan peserta didik, lembaga pendidikan/sekolah, orang tua, masyarakat pengguna, dan tentunya pemegang kebijakan pendidikan  atau pemerintah.
Adapun prinsip-prinsip pengembangan kurikuum itu, menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
  1. Menurut Hamalik (2004), prinsip-prinsip tersebut adalah objektif, keterpaduan, efisiensi dan efektifitas, manfaat, kesesuaian, keseimbangan, kemudahan, berkesinambungan, dan pembakuan.
  2. Menurut Sagala (2011) menyebutkan terdapat lima prinsip yang harus dipegang dalam pengembangan kurikulum, antara lain relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, efektifitas, dan efisiensi.
        Dengan demikian, apabila kepala sekolah dapat mengembangkan kurikulum dan pembelajaran dengan baik akan tercipta perubahan-perubahan sekolah yang diinginkan. Semakin baik kurikulum yang dikembangkan dan dilaksanakan, akan meningkatkan keberhasilan sekolah dan prestasi peserta didik.
Sebagai contoh perubahan kurikulum yang sedang terjadi dewasa ini dari kurikulum 2006 menjadi kurikulum 2013. Kurikulum 2013 menawarkan berbagai perubahan yang menuntut guru dan pihak sekolah untuk benar-benar serius melaksanakan proses pendidikan. kurikulum 2013 yang berbasis pada penguatan kompetensi dan karakter mendorong guru dan sekolah untuk memaksimalkan sumber daya yang dimilikinya karena kurikulum ini dalah kurikulum tingkat tinggi yang membutuhkan kemampuan nalar yang tinggi dan berbasis IT, yang diadopsi dari negara-negara maju. Dalam kurikulum 2013, pihak sekolah diberi ruang untuk mengembangkan bahan ajar agar lebih kontekstual dan selaras dengan karakter peserta didik. Selain itu pihak sekolah juga  memiliki kewenangan untuk mengembangkan, memasukkan, dan menumbuhkan nilai-nilai budaya lokal dan kreatifitas siswa sesuai dengan kondisi lingkungan setempat (Andang, 2014: 100-101).

F.    Kesimpulan
Dari uraian diatas tentang manajemen kurikulum, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yautu:
  1. Manajemen kurikulum adalah suatu proses kegiatan yang sengaja diusahakan untuk mengelola kurikulum yang komprehensif, kooperatif, sistemik, dan sistematik melalui tahapan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian sumberdaya organisasi, dalam usaha untuk mencapai tujuan kurikulum dan tujuan pendidikan yang telah ditetapka.
  2. Adapun prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan manajemen kurikulum adalah beberapa hal sebagai berikut, yaitu: Produktivitas, Demokratisasi, Koopertif, Efektifitas dan efisiensi, serta mengarahkan pada visi, misi dan tujuan.
  3. Beberapa fungsi dari manajemen kurikulum diantaranya adalah: a)    Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya kurikulum, b)    Meningkatkan keadilan (equity) dan kesempatan pada  siswa untuk mencapai hasil yang maksimal, c)    Meningkatkan relevansi dan efektifitas pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan sekitar peserta didik, d)    Meningkatkan efektifitas kinerja guru maupun aktifitas siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, e)    Meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses belajar mengajar, dan f)    Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk membantu mengembangkan kurikulum.
  4. Menurut B. Suryosubroto bahwa ada tiga macam pengorganisasian kurikulum yaitu kurikulum yang terpisah, kurikulum yang berkorelasi, dan kurikulum yang berintegrasi.
  5. Sistem kurikulum dibentuk oleh empat komponen, yaitu komponen tujuan, isi kurikulum, metode dan strategi pencapaian tujuan dan komponen evaluasi. Sebagai suatu sistem setiap komponen harus saling berkaitansatu sama lain. Manakala salah satu komponen yang membentuk system kurikulum terganggu atau tidak berkaitan dengan komponen lainnya, maka sistem kurikulumpun akan terganggu pula.
  6. Kegiatan manajemen kurikulum yang terpenting ada dua hal yakni: kegiatan yang amat erat kaitannya dengan tugas guru, dan kegiatan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar.
  7. Pengembangan kurikulum merupakan langkah antisipatif dalam mengimbangi berkembang pesatnya kemajuan zaman, yang ditandai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi, psikologi, sosial kemasyarakatan, politik, dan ekonomi.


DAFTAR PUSTAKA

  1. Anonim. 2011. Manajemen Pendidikan. Cetakan keempat. Bandung: Alfabeta.
  2. Andang. 2014. Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah; Konsep, Strategi, dan Inovasi Menuju Sekolah Efektif. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
  3. Kaber, Achasius. 1988. Pengembangan Kurikulum. Jakarta:Depdiknas, Dirjen Dikti, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
  4. Mulyasa, E. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Cetakan kesebelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
  5. Munawar. 2014. Konsep-konsep Dasar Administrasi dan Manajemen Pendidikan. Cetakan pertama. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta.
  6. Suryosubroto, B. 2004. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Cetakan pertama. Jakarta: PT Rineka Cipta.
  7. Sutomo dkk. 2004. Manajemen Sekolah. Cetakan kedua.  Semarang: UPT MKU UNNES (Universitas Negeri Semarang).
  8. Usman, Husaini. 2009. Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan Edisi 3. Cetakan pertama. Jakarta: Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar